Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela KTT G-20 di Argentina, Sabtu lalu, Amerika Serikat dan China telah memutuskan untuk melakukan gencatan senjata atas perang dagang yang tengah terjadi.
Bhima Yudhistira, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, adanya kesepakatan antara kedua negara ini bisa berdampak positif ke kinerja ekspor Indonesia.
Di mana ekspor komoditas sebagai bahan baku industri manufaktur pada China dan Amerika Serikat dapat berangsur normal.
"Jika permintaan kembali normal, harga beberapa komoditas bisa terangkat lagi seperti misalnya minyak sawit," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (3/12).
Menurut Bhima, perbaikan pada kinerja ekspor pun akan bisa menekan defisit neraca perdagangan yang akhirnya akan berdampak pada penguatan kurs rupiah. Pendapatan masyarakat di sektor yang bertumpu pada ekspor seperti Kalimantan dan Sumatera pun diharapkan kembali pulih
Atas kesepakatan kedua negara ini, mereka pun mencoba melakukan "transaksi" ini dalam 90 hari ke depan. Dimana, AS menahan kenaikan tarif impor untuk China dan China melakukan pembelian produk pertanian lebih besar dari AS.
Menyikapi ini, Bhima menyebut bahwa ke depan semuanya menunggu kejutan yang akan terjadi. "Dengan sinyal ini sebenarnya mengakhiri perang dagang mungkin sekali," tutur Bhima.
Meski ada kemungkinan perang dagang diakhiri, namun Indonesia masih perlu melakukan berbagai antisipasi.
Menurutnya, Indonesia perlu melakukan perluasan ekspor ke berbagai negara alterntif, semakin gencar melakukan promosi dagang, meningkatkan serapan produk domestik dan tetap memberikan insentif pada sektor-sektor berorientasi ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News