Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tujuh perusahaan membantah melakukan tindak kartel garam industri aneka pangan pada 2013-2016 yang dilayangkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mereka menilai dugaan tersebut tergesa-gesa.
Ketujuh terlapor adalah: PT Garindro Sejahtera Abadi (terlapor 1); PT Susanti Megah (terlapor 2); PT Niaga Garam Cemerlang (terlapor 3); PT Unichem Candi Indonesia (terlapor 4); PT Cheetham Garam Indonesia (terlapor 5); PT Budiono Madura Bangun Persada (terlapor 6); dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (terlapor 7).
Kuasa hukum Unichem yang enggan disebutkan namanya bilang KPPU terlalu tergesa-gesa dalam melakukan pengusutan dugaan kartel garam ini.
"Yang kami sesalkan harusnya kalau mengacu pada KPPU itu memeriksa laporan investigatornya dahulu, kemudian ada tanggapan dari kami, dan bersikap. Bahwa langsung ada proses (sidang) selanjutnya. Itu yang kami sesalkan. Seolah-olah bahwa kami sudah jelas-jelas tersangka," ungkapnya usai sidang lanjutan perkara di Kantor KPPU, Selasa (18/12).
Dalam sidang lanjutan dengan agenda tanggapan dari para terlapor, semuanya membantah dugaan yang diajukan KPPU. Atas hal tersebut kemudian Ketua Majelis Komisi Dinnie Melanie menyatakan sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan.
Di mana baik terlapor maupun investigator KPPU yang bertindak sebagai pelapor dipersilakan untuk memberikan bukti-bukti, saksi, dan ahli.
Dugaan kartel garam ini juga dinilai kabur oleh Direktur Operasional Niaga Garam Cucu Sutara. Alasannya, hanya ada tujuh importir dari delapan importir yang diusut oleh KPPU.
"Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) ada delapan importir yang diusut, namun satu importir, PT SP (Saltindo Perkasa) tak pernah dijadikan terlapor," katanya dalam sidang.
Dugaan kartel garam ini sendiri bermula dari inisiatif KPPU yang kemudian melakukan riset dan penyelidikan sejak 2016.
Muaranya berasal dari pengajuan rekomendasi dan izin impor garam industri aneka pangan pada 2015 melalui Asosiasi Industri Perusahaan Garam Indonesia (AIPGI) pada 8 Juni 2015.
Namun hal tersebut, dibantah serampak oleh para tujuh terlapor. Sebab mereka menilai surat tersebut dirilis sesuai kesepakatan rapat koordinasi swasembada garam di Kemenko Perekonomian. Dimana turut hadir tujuh terlapor ditambah PT Saltindo Perkasa.
Kesepakatan tersebut menghasilkan alokasi impor sebanyak 397.208 ton dibagi untuk Garindro sebanyak 122.208 ton, kemudian untuk Sumatraco, Susanti Megah, dan Cheetam masing-masing 55.000 ton, serta Niaga Garam dan Unichem masing-masing 27.500 ton.
Sementara realisasinya, pemerintah hanya memberikan alokasi impor sebanyak 396.740 ton. Itu pun dengan komposisi rata-rata berada di bawah pengajuan. Perinciannya Sumatraco dapat 41.800 ton, Garindro dapat 116.365 ton, Susanti Megah dapat 52.000 ton, Niaga Garam dapat 25.650 ton, Unichem dapat 68.804 ton, Cheetam dapat 43.871 ton, dan Saltindo dapat 52.250 ton.
Ini titik balik dugaan adanya perjanjian antar pelaku usaha yang dinilai KPPU bertujuan untuk mempengaruhi harga di pasaran. Pun dugaan ini nyatanya dilarang dalam pasal 11 UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Kami memiliki pertimbangan mengapa terlapor hanya tujuh, bukan delapan. Nanti akan kami buktikan dalam sidang selanjutnya, apakah yang kedelapan itu harus menjadi terlapor atau tidak di sidang selanjutnya," kata Investigator Utama KPPU Noor Rofieq usai sidang.
Sementara di luar pokok perkara, kuasa hukum Cheetam Narendra Adiyaksa menilai bukti dalam LDP Investigator KPPU tak lengkap sehingga perkara tersebut seharusnya dibatalkan.
"Bukti dari investigator ini sifatnya tidak langsung (circumstantial evidence) dari data-data kuota impor, realisasi, tapi tidak dibantu bukti lain (utama) untuk menjawab dugaan adanya tindakan yang mempengaruhi harga. Kita akan siapkan beberapa yurisprudensi terkait," kata Narendra dalam sidang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News