Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mengusut dugaan kartel garam industri aneka pangan kepada tujuh perusahaan importir garam selama periode 2013-2016. Selain diguga melakukan tindak kartel, mereka juga diduga menimbun stok sehingga menimbulkan kelangkaan pasokan.
Ketujuh terlapor adalah: PT Garindro Sejahtera Abadi (terlapor 1); PT Susanti Megah (terlapor 2); PT Niaga Garam Cemerlang (terlapor 3); PT Unichem Candi Indonesia (terlapor 4); PT Cheetham Garam Indonesia (terlapor 5); PT Budiono Madura Bangun Persada (terlapor 6); dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (terlapor 7).
Investigator Utama KPPU Noor Rofieq bilang penyelidikan bermula dari fakta bahwa terjadi kelangkaan garam bagi pelaku industri makanan dan minuman pada 2015 hingga 2016.
"Ketika itu juga kan ramai dalam pemberitaan, industri makanan minuman kekurangan pasokan garam. Kemudian kita mulai riset dan melakukan penyelidikan," katanya di Kantor KPPU, Jakarta, Selasa (11/12).
Nah dugaan penimbunan disebutkan lantaran ketujuh terlapor sejatinya masih memiliki pasokan yang cukup. Noor menjelaskan, hal tersebut dapat dibuktikan dari jumlah kuota dan realisasi impor yang didapat ketujuh terlapor.
Hitungan-hitungan KPPU sejak 2013-2015 realisasi impor garam ketujuh terlapor memang selalu berada di bawah jatah impor yang diberikan.
"Mereka dapat kuota impor, kemudian ada yang tidak terealisasikan. Dan ternyata ada konteks industri makanan dan minuman mengalami kelangkaan pasokan. Padahal diduga mereka memiliki stok yang cukup," sambung Noor.
Meski demikian Noor enggan menjelaskan lebih lanjut terkait dugaan ini. Ia menyatakan seluruh data dan hasil penyelidikan akan dipaparkan dalam sidang selanjutnya.
Sementara terkait kelangkaan pasokan pada 2015-2016, Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S Lukman tak membantahnya. Hanya saja menurut Adhi kelangkaan tak berlangsung lama.
"Ada beberapa waktu yang memang garam khusus untuk industri makanan dan minuman terjadi kelangkaan. Tapi tidak terlalu lama. Kemudian kita diskusi ke Kemenperin, Kemenko Maritim, akhirnya diberi izin impor," kata Adhi saat dihubungi Kontan.co.id.
Sementara terkait dugaan penimbangan Adhi enggan memberikan komentar. "Bukan kompetensi Gappmi," katanya.
Namun ia menjelaskan bahwa, menurutnya kelangkaan juga terjadi akibat tata kelola khususnya terkait izin impor garam yang tersendat dari pemerintah.
Sebab sejatinya, pelaku usaha yang menggunakan garam industri aneka pangan punya kontrak dengan importir. Nah, ketika realisasi kontrak belum terpenuhi, namun izin impor belum didapat, kelangkaan pasokan terjadi. Sedangkan usai kelangkaan pasokan, Adhi bilang harga garam pun tetap stabil.
Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk juga turut membantah adanya dugaan penimbunan. Meskipun menurutnya semakin lama disimpan nilai ekonomis garam memang bertambah.
"Memang makin bagus karena kadar air kan berkurang, tapi untuk apa juga disimpan lama-lama untuk barang yang tidak begitu mahal di gudang kan tambah biaya," katanya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News