kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tujuh importir bantah dugaan kartel garam


Selasa, 18 Desember 2018 / 16:55 WIB
Tujuh importir bantah dugaan kartel garam
ILUSTRASI. gedung KPPU


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tujuh importir garam membantah dugaan tindak monopoli garam industri aneka pangan pada 2013-2016 sebagaimana yang diduga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Ketujuh terlapor adalah: PT Garindro Sejahtera Abadi (terlapor 1); PT Susanti Megah (terlapor 2); PT Niaga Garam Cemerlang (terlapor 3); PT Unichem Candi Indonesia (terlapor 4); PT Cheetham Garam Indonesia (terlapor 5); PT Budiono Madura Bangun Persada (terlapor 6); dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (terlapor 7).

Para terlapor diduga melanggar pasal 11 UU 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal dalam beleid tersebut intinya menyebutkan, para pelaku usaha dilarang melakukan membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mempengaruhi harga.

Sementara dugaan adanya perjanjian tersebut muncul melalui surat Asosiasi Industri Perusahaan Garam Indonesia (AIPGI) pada 8 Juni 2015 yang meminta agar Kementerian Perdagangan menerbitkan rekomendasi dan izin impor garam.

"Surat tersebut didasarkan hasil kesepakatan rapat koordinasi swasembada garam di Kementerian Koordinator Perekonomian pada 27 Mei 2015 untuk mengimpor 397.208 ton garam. Mengingat izin belum dikeluarkan Kementerian Perdagangan, pada 18 Juni 2015 meminta agar diterbitkan rekomendasi dan izin 385.000 ton," kata Sutrisno, kuasa Hukum Susanti Megah dalam sidang lanjutan di KPPU, Selasa (18/12).

Sedangkan rapat koordinasi dihadiri oleh delapan importir. Selain tujuh terlapor ada pula PT Saltindo Perkasa yang tidak dijadikan terlapor oleh KPPU. Selain itu turut hadir pula perwakilan Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Sementara dari kesepakatan alokasi impor sebanyak 397.208 ton dibagi untuk Garindro sebanyak 122.208 ton, kemudin untuk Sumatraco, Susanti Megah, dan Cheetam masing-masing 55.000 ton, serta Niaga Garam dan Unichem masing-masing 27.500 ton.

Nah, karena bersumber dari kesepakatan yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah, Sutrisno menolak Susanti Megah maupun terlapor lainnya dinilai melakukan perjanjian antar pelaku usaha saja.

Terlebih kondisi di pasar ketika itu memang garam industri aneka pangan yang biasanya digunakan untuk industri makanan dan minuman tengah mengalami kelangkaan. Seusai dengan surat Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) pada 27 Maret 2015 yang menyebut kebutuhan garam untuk mereka mencapai 450.000 ton.

Direktur Operasional Niaga Garam Cucu Sutara menyatakan, meskipun AIPGI merilis rekomendasi ke pemerintah, pada dasarnya para importir mengajukan kuotanya masing-masing.

"Tidak ada, kita mengajukan melalui AIPGI, semuanya mengajukan masing-masing ke kementerian. Karena dalam Permendag pun, kami tidak bebas menentukan alokasi, pada akhirnya ditentukan kementerian," katanya kepada Kontan.co.id usai sidang.

Dari kesepakatan impor 397.208 ton, pemerintah nyatanya hanya memberikan alokasi impor sebanyak 396.740 ton. Itupun dengan komposisi rata-rata berada di bawah pengajuan.

Perinciannya Sumatraco dapat 41.800 ton, Garindro dapat 116.365 ton, Susanti Megah dapat 52.000 ton, Niaga Garam dapat 25.650 ton, Unichem dapat 68.804 ton, Cheetam dapat 43.871 ton, dan Saltindo dapat 52.250 ton.

Sebelumnya, Investigator KPPU Nur Rofieq bilang, dugaan perjanjian yang dibuat para terlapor ini dilakukan lantaran para terlapor berniat untuk mempengaruhi harga.

Dari hasil penyelidikan KPPU, diketahui ada kenaikan harga 80%-115% dimana harga pokok produksi senilai Rp 1.050 hingga Rp 1.250 per kilogram (kg) kemudian dijual dengan kisaran Rp 1.900 hingga Rp 2.000 per kg. Terlebih sepanjang 2013-2016 para terlapor ini memegang hampir 86,33% pangsa pasar garam industri aneka pangan.

Selain itu, KPPU juga menduga ada tindakan penimbunan stok dari beberapa terlapor. Hal ini terlihat dari data realisasi para terlapor. Khususnya, Garindro yang sama sekali tak merealisasikan alokasi impornya pada 2015. Sementara sisanya merealisasikan impor sesuai kuota yang diberikan. Pengecualian untuk Susanti Megah yang justru realisasi impor mencapai 53.498 ton, melebihi kuota 52.000 ton.

"Izin impor pada 2015 bukan tidak terealisasi untuk mempengaruhi harga, namun memang ada hambatan dari supplier," kata kuasa hukum Garindro yang enggan disebutkan namanya. Kuota Garindro sebanyak 116.365 ton baru direalisasikan penuh pada 2016.

Sementara kuasa hukum Cheetam Narendra Adiyaksa juga membantah adanya tindak penimbunan. Karena ia bilang sejatinya izin impor Cheetam telah diajukan sebelum ada surat dari AIPGI maupun rapat koordinasi swasembada pangan tadi.

"Kami sudah mengajukan izin impor sejak Maret 2015. Lagipula kuota izin yang diberikan pun jauh di bawah dari yang diajukan," katanya dalam sidang.

Karena ketujuh terlapor membantah dugaan, Ketua Majelis Komisi Dinnie Melanie menyatakan sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Dimana baik terlapor maupun investogator KPPU yang bertindak sebagai pelapor dipersilakan untuk memberikan bukti-bukti, saksi, dan ahli. Sayangnya Dinnie belum menentukan kapan jadwal sidang selanjutnya digelar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×