kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Importir protes, Bea Cukai bergeming


Senin, 28 Mei 2018 / 11:17 WIB
Importir protes, Bea Cukai bergeming
ILUSTRASI. Ilustrasi Untuk Cukai Rokok


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski mendapat penolakan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) bergeming dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.229/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian dan Kesepakatan Internasional. Ditjen Bea Cukai yakin aturan yang diimplementasikan 28 Januari 2018 tersebut tidak bermasalah.

Apalagi, menurut catatan DJBC, jumlah importir yang dikenai sanksi 10% akibat terlambat memberikan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) tak banyak. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kemkeu Robert L Marbun mengatakan, dokumen SKA yang diterima DJBC setiap bulan sekitar 74.000-87.000 dokumen.

Berdasarkan catatannya, persentase importir yang terkena sanksi hanya 0,15% pada April 2018. Angka ini turun dari Februari 2018 dan Maret 2018 yang sebesar 1,3% dan 0,6%. “Tidak banyak yang kena sanksi. Yang telat sangat sedikit,” kata Robert kepada KONTAN, Kamis (24/5).

Pengakuan berbeda dikatakan Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi. Menurutnya, kenyataannya di lapangan beda. Banyak pelaku usaha yang terkena sanksi. Karena memberatkan itulah, sejumlah importir melaporkan hal itu kepada Presiden Joko Widodo.

Yukki bilang, PMK itu mengatur batas waktu penyerahan SKA untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning selama sehari atau pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur. Apabila melewati batas waktu tersebut, SKA dianggap tidak berlaku lagi.

Namun di tanda terima yang dimiliki pelaku usaha tidak tertera jam pasti. Akibatnya sanksi yang diterima pengusaha besar, bahkan ada ytang mencapai ratusan miliar.  “Beberapa angota kami sudah siapkan hukum. Pemilik barang protes besar. Hampir Rp 120 miliar paling besar,” kata Yukki, Minggu kemarin.

Oleh karena itu, perlu ada solusi, berupa sanksi keterlambatan penyerahan SKA tidak berbentuk Nota Pembetulan (Notul), tetapi sanksi pemblokiran sementara dengan batas waktu lima hari kerja. “Kalau ada yang melanggar kasih saja postpone lima hari. Dalam PMK 229/2017 diharapkan juga dapat mengatur mekanisme keberatan terhadap pengenaan Notul agar Indonesia tidak dikenakan oleh negara-negara mitra dagang terhadap komoditi ekspor,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×