Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah diimbau untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok terlalu tinggi. Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai bisa menjadi kontraproduktif yang justru merugikan bagi industri rokok dan negara.
Donny Imam Priambodo, Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), mengatakan, kebijakan pemerintah mengatrol tarif cukai rokok berpotensi membuat industri rokok di dalam negeri gulung tikar. "Efeknya mempengaruhi penerimaan negara," kata Donny, Kamis (24/5).
Donny menjelaskan, pemerintah selama ini sangat mengandalkan cukai hasil tembakau untuk membiayai belanja negara. Namun, dalam dua tahun terakhir ini, industri rokok mengalami penurunan volume penjualan lantaran penerapan tarif cukai yang tinggi.
"Industri semakin lama semakin terpuruk. Kontraproduktif seperti ini harus disikapi oleh pemerintah," imbuh politikus dari Fraksi Nasdem itu.
Pendapat senada diungkapkan Djoko Wahyudi, Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret-Kretek Indonesia. Djoko berharap, pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok. Dia berdalih, dampak dari kebijakan yang kontra produktif tersebut sangat besar bagi industri rokok nasional.
"Saya sudah menulis surat kepada pemerintah dan Kementerian Keuangan, mohon untuk tidak dinaikkan," kata Djoko.
Jika tarif cukai tetap dinaikkan, menurut Djoko, pemerintah justru yang akan mengalami kerugian. "Kalau itu terganggu dengan kebijakan yang tidak pas, maka jadi malapetaka bagi pemerintah. Apalagi, saat ini pemerintah sedang banyak membangun infrastruktur dan butuh pendanaan. Kalau tarif cukai dinaikkan lagi, kebijakan itu tidak tepat," ujarnya.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto, menimpali, kebijakan pemerintah yang tidak kontraproduktif secara langsung maupun tak langsung, memberikan efek domino terhadap buruh rokok.
"Sebaiknya pemerintah harus mempertimbangkan dengan serius. Dampak kenaikan cukai langsung adalah terganggunya kesejahteraan pekerja sampai kepada hilangnya pekerjaan," tegas Sudarto.
Setiap tahunnya, lanjut Sudarto, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat kebijakan tarif cukai rokok yang tinggi. Buruh rokok selama ini selalu tidak dianggap penting dalam industri.
Padahal, buruh merupakan bagian terpenting dalam kelangsungan industri rokok. "Kalau omzet turun, pengusaha pasti melakukan PHK terhadap pekerjanya," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News