Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump telah mengumumkan kebijakan tarif bea masuk barang impor kepada sekitar 60 negara. Dalam daftar yang ada, Indonesia akan dikenakan tarif 32% untuk barang-barang ekspor ke Amerika Serikat.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, hanya dalam dua hari setelah pengumuman kebijakan resiprokal tarif, anggota API menerima email dan surat yang meminta hold produksi dan pengiriman dan juga adanya permintaan diskon 15%.
"Kita harus bersiap menghadapi demand shock yang serius. Para buyer di Amerika memperkirakan penurunan permintaan yang tajam hingga 30%," ujar Jemmy dalam sarasehan ekonomi, Selasa (8/4).
Jemmy meminta dampak dari oversupply produksi dan likuidasi barang-barang yang dibatalkan perlu segera dimitigasi. Hal ini agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar terhadap industri.
Baca Juga: Alarm Bahaya untuk Industri Tekstil! Saatnya Pemerintah Perketat Regulasi Impor
Namun di tengah tantangan ini, API menilai terdapat potensi solusi yang dapat dieksplorasi melalui mitigasi resiprokal tarif.
Menurut Jemmy, opsi yang menjanjikan adalah menawarkan peningkatan pembelian kapas dari Amerika Serikat yang saat ini hanya 17% dari total pembelian kapas Indonesia menjadi 50%.
API berharap dapat memperoleh keringanan tarif ekspor pakaian jadi ke AS dengan persyaratan pakaian jadi yang diekspor ke AS minimum value 20%.
"Jika ini berhasil dinegosiasi tarif yang diberlakukan sebesar 32% dapat diturunkan ke tingkat yang lebih managable," kata Jemmy.
Selain itu untuk urgensi pengamanan pasar domestik dari limpahan barang dumping dari negara lain yang terdampak tarif AS, Jemmy menilai perlu segera memperbaiki regulasi yang masih memiliki celah.
Langkah-langkah penting yang perlu diambil termasuk pengembalian aturan label bahasa Indonesia dan SNI wajib ke border. Hal itu merupakan kebijakan yang pernah dilakukan di tahun 2014.
"Ini akan membantu mencegah masuknya impor yang tidak sesuai standar dan melindungi industri dalam negeri dari barang ilegal dan tuduhan transhipment yang dituduhkan oleh USTR," jelas Jemmy.
Lebih lanjut API memohon dukungan presiden untuk revisi PP percepatan tentang tindakan pengamanan anti dumping dan pengamanan perdagangan dalam negeri yang sedang dibahas di lintas kementerian.
Baca Juga: API Harap Revisi Permendag 8/2024 Perkuat Proteksi bagi Industri Tekstil Lokal
Sebab, regulasi yang kuat dan efektif di bidang ini sangat penting untuk menciptakan persaingan yang sehat dan mencegah praktik perdagangan yang tidak adil.
Jemmy menyampaikan, struktur angkatan kerja Indonesia yang didominasi oleh lulusan SD dan kebawah 35%, lulusan SMP 18,5% dan lulusan SMA/SMK 35,9%.
Tingkat pendidikan yang rendah berkontribusi pada berbagai masalah sosial. Seperti pernikahan dini, perceraian dan anak terlantar. Yang akhirnya menciptakan siklus kemiskinan.
Menurut Jemmy, industri TPT dengan karakteristiknya yang padat karya dapat memainkan peran penting dalam memutus siklus ini.
Dia menyebut di banyak negara industri TPT terbukti aktif dalam memberikan peluang kerja bagi lulusan SMA bahkan SMP.
"Oleh karena itu kami mendorong pemerintah dan industri untuk bersama - sama menyusun roadmap yang jelas dan terukur untuk memanfaatkan potensi ini secara maksimal. Sehingga Indonesia dapat keluar dari middle trap income," pungkas Jemmy.
Baca Juga: Imbas Tarif Impor Trump, Industri TPT Dunia Bisa Oversupply & Banjiri Pasar Domestik
Selanjutnya: Indosat (ISAT) Masih Ngebut, Pendapatan dan Laba Diproyeksi Terus Naik
Menarik Dibaca: Perusahaan Berlomba Adopsi PC AI, AMD Beberkan Alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News