Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memeriksa hakim yang mengadili perkara Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Jika ditemukan adanya pelanggaran maka hakim tersebut harus dijatuhi hukuman," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Selasa (9/7).
ICW menilai langkah KPK yang menggiring praktik rasuah ini ke ranah pidana sudah tepat. Ini karena adanya mens rea dari Nursalim ketika menjaminkan aset yang seolah-olah bernilai sesuai dengan perjanjian Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) akan tetapi di kemudian hari ternyata ditemukan bermasalah.
Logika pihak-pihak yang selalu menggiring isu ini ke hukum perdata dapat dibenarkan jika selama masa pemenuhan kewajiban dalam perjanjian MSAA pihak yang memiliki hutang tidak mampu untuk melunasinya, bukan justru mengelabui pemerintah dengan jaminan yang tidak sebanding.
Lagipula telah ada tiga putusan pengadilan yang membenarkan langkah KPK. Mulai dari praperadilan, pengadilan tingkat pertama, dan pada fase banding. Ketiganya menyatakan bahwa langkah KPK yang menyimpulkan bahwa perkara yang melibatkan Syafruddin Arsyad Temenggung, murni pada rumpun hukum pidana telah benar.
"Jadi tidak ada landasan hukum apapun yang membenarkan bahwa perkara ini berada dalam hukum perdata ataupun administrasi," ucap dia.
Selain itu, ICW menegaskan, banyak pihak yang seakan menganggap putusan MA kali ini dapat menggugurkan penyidikan KPK atas dua tersangka lain, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
Tentu pendapat ini keliru, karena pada dasarnya Pasal 40 UU KPK telah menegaskan bahwa KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Jadi, KPK dapat tetap melanjutkan penyidikan dan bahkan melimpahkan perkara Nursalim ke persidangan.
"Komisi Pemberantasan Korupsi tetap mengusut tuntas perkara yang melibatkan dua tersangka lainnya, yakni Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sembari mengupayakan memaksimalkan pemulihan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun," tutur dia.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dan membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan tinggi DKI Jakarta No 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tanggal 2 Januari 2019 yang mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 24 September 2018.
Dalam amar putusan itu terjadi dissenting opinion yakni Ketua Majelis Salman Luthan sependapat dengan Judex facti atau tingkat banding. Sedangkan Hakim Anggota I Syamsul Rakan Chaniago menilai perbuatan terdakwa merupakan perdata. Sementara Hakim Anggota II Mohamad Askin menilai perbuatan terdakwa merupakan perbuatan administrasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News