kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hotman Paris beberkan Omnibus Law Cipta Kerja baik bagi buruh, ini faktanya


Minggu, 18 Oktober 2020 / 11:30 WIB
Hotman Paris beberkan Omnibus Law Cipta Kerja baik bagi buruh, ini faktanya
ILUSTRASI. Hotman Paris beberkan Omnibus Law Cipta Kerja baik bagi buruh, ini faktanya


Reporter: Adi Wikanto, Yudho Winarto | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terjadi di banyak daerah. Penyebabnya, Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan DPR, Senin (12/10) dinilai merugikan buruh. Namun, pengacara kondang Hotman Paris Hutape menyampaikan Omnibus Law Cipta Kerja memberi kabar baik untuk para buruh dan pekerja.

Kabar baik dari Omnibus Law Cipta Kerja itu terutama terkait hak pesangon bagi buruh / pekerja. Omnibus Law Cipta Kerja memberi kesempatan bagi buruh untuk menuntut hak uang pesangon.

“Berita bagus untuk pekerja, berita bagus untuk para buruh. Saya baru membaca draf UU Cipta Kerja,” katanya melalui akun Instagramnya, Rabu (14/10).

Hotman Paris menyebutkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja memuat aturan apabila majikan tidak membayar pesangon sesuai ketentuan akan dianggap sebagai tindak pidana kejahatan. Dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

“Pasti majikan kalau di LP atau dibuat laporan polisi mengenai uang pesangon akan buru-buru membayar uang pesangon. Ini sebuah suatu langkah yang sangat bagus, yang sangat menguntungkan para pekerja dan buruh,” jelasnya.

Baca Juga: Hotman Paris beri saran ke Menaker dan anggota DPR soal UU Cipta Kerja, apa itu?

Menurutnya, para buruh atau pekerja membutuhkan waktu lama untuk menuntut uang pesangon berdasarkan aturan yang sebelumnya, yakni UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Terlebih jika kasus uang pesangon bergulir di Pengadilan Hubungan Industri (PHI).

“Selama ini berbulan-bulan untuk menuntut uang pesangon melalui pengadilan. Tapi dengan satu laporan polisi, kemungkinan uang pesangon akan Anda dapat. Selamat untuk para buruh dan pekerja,” tegasnya.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Dr. Hotman Paris SH MH (@hotmanparisofficial) pada

Benarkah pernyataan Hotman Paris tersebut?

Berdasarkan draf Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disahkan DPR, pernyataan Hotman Paris tersebut mengacu pasal 185 yang terdapat di halaman 358. Draft Omnibus Law UU Cipta Kerja ini merupakan draft yang terdiri dari 812 halaman. Draft Omnibus Law ini sudah dikonfirmasi ke DPR dan merupakan drat yang dikirim ke Presiden untuk ditandantangani.

Pasal 185 Omnibus Law UU Cipta Kerja berbunyi:

Pasal 185
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Nah, pasal 156 ayat 1 berbunyi: "Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima".

Baca juga: Inilah cara mencegah corona saat makan di restoran menurut CDC

Sedangkan di UU Nomor 13 Tahun 2003, memang tidak ada aturan tentang sanksi bagi pelanggaran di pasal 156 ayat 1. Asal tahu saja, baik di Omnibus law Cipta Kerja dengan UU 13 Tahun 2003, bunyi pasal 156 ayat 1 tidak berubah.

Namun, UU Nomor 13 tahun 2003 telah mengatur sanksi jika pengusaha/majikan tidak membayar pesangon bagi buruh. Ketentuan ini tertuang di pasal 185 ayat 1 yang berbunyi "Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 160 ayat 7 berbunyi "Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4)".

Dengan membandingkan pasal-pasal tersebut, baik UU 13 tahun 2003 dan Omnibus Law Cipta Kerja sama-sama mengatur sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar pesangon bagi buruh.

Selanjutnya: Masuk 10 besar,Utang luar negeri Indonesia meningkat 2x lipat lebih 10 tahun terakhir

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×