Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai kerugian ekonomi akibat bencana banjir dan longsor di Sumatra tidak hanya syok sementara. Namun, gangguan riil terhadap proses produksi dan distribusi yang berdampak jangka panjang.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman memaparkan, secara struktural, Sumatra menyumbang sekitar 22%–24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan peran besar pada sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, dan logistik antarpulau.
"Ketika banjir menyebabkan gangguan aktivitas ekonomi selama 10–15 hari di sejumlah provinsi kunci, maka efeknya langsung ke hilangnya jam kerja, tertundanya panen, terganggunya distribusi komoditas, dan terhambatnya arus logistik energi serta pangan," kata Rizal kepada Kontan, Minggu (7/12/2025).
Baca Juga: Bencana Sumatra Berpotensi Tekan Pertumbuhan Ekonomi di Bawah 5% pada Kuartal IV-2025
Dari sisi kerugian, pengalaman bencana menunjukkan potensi kehilangan nilai ekonomi secara langsung. Baik dari infrastruktur, pendapatan, hingga produktivitas.
Kalau menurut Rizal, sektor yang paling terpukul dalam jangka pendek adalah pertanian dan perkebunan seiring terjadinya gagal panen dan penurunan kualitas hasil. Tak hanya itu, UMKM perdagangan lokal, serta transportasi dan logistik juga menanggung kerugian.
"Sementara itu, sektor pertambangan dan energi relatif lebih resilien dari sisi output tahunan, namun tetap terdampak dari sisi distribusi dan biaya operasional," jelas Rizal.
Rizal menambahkan, yang sering luput adalah kehilangan nilai ekonomi secara tak langsung. Misalnya, penurunan daya beli rumah tangga, pembatalan transaksi, dan efek lanjutan terhadap inflasi pangan lokal, yang justru dapat memperbesar dampak makro secara kumulatif.
Baca Juga: Menakar Dampak Bencana di Sumatra Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Maka dari itu, langkah pemulihan jangka pendek yang ideal adalah realokasi belanja APBN/APBD ke belanja rekonstruksi dan pemulihan produksi, termasuk dukungan input pertanian ulang dan restrukturisasi kredit UMKM terdampak. "Di tahap ini, kecepatan eksekusi jauh lebih penting daripada besaran anggaran," tegas Rizal.
Sementara itu, Rizal menilai, dalam jangka menengah pemerintah perlu memasukkan bencana ini ke dalam kerangka pengelolaan risiko fiskal. Dengan memperkuat ketahanan wilayah terhadap banjir melalui drainase, tata ruang, dan sistem peringatan diri, maka kerugian ekonomi yang berulang dapat ditangkis.
"Tanpa pemulihan cepat pada infrastruktur dan kapital usaha, sebagian kehilangan akan terkunci menjadi kerugian permanen bagi ekonomi daerah dan menurunkan kualitas pertumbuhan nasional," tandas Rizal.
Selanjutnya: Pertumbuhan Fintech Lending Tahun 2026 Diproyeksikan Tidak Setinggi Tahun 2025
Menarik Dibaca: Kehabisan Gaji Pasca PHK? Ini Solusi Finansial tanpa Stres dan Tetap Stabil
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













