Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peningkatan harga komoditas tak hanya membawa dampak baik ke perekonomian Indonesia. Namun, lonjakan harga komoditas ini juga berpotensi menaikkan harga energi dalam negeri.
Dengan lambungan harga energi tersebut, pemerintah menyiratkan tengah menghitung potensi tambahan subsidi energi dalam anggaran tahun ini. Meski, pemerintah masih belum bisa memberi gambaran, berapa kocek tambahan yang harus dirogoh oleh pemerintah.
Analis makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz menilai, pemberian tambahan subsidi oleh pemerintah memang perlu, tetapi ia khawatir ini akan memberatkan kemampuan fiskal pemerintah.
“Karena memang perbedaan harga bahan bakar domestik dan global sudah besar, sehingga subsidi yang lebih besar akan lebih membebankan fiskal,” tutur Faiz kepada Kontan.co.id, Minggu (15/5).
Baca Juga: Menghitung Beban Subsidi Energi dari Kebijakan Menahan Harga Pertalite
Faiz mengimbau, perlu adanya penyesuaian harga di dalam negeri dengan harga global. Namun, penyesuaian harga tidak boleh terlalu tinggi agar tidak mengganggu pemulihan masyarakat.
Sembari melakukan hal ini, Faiz juga mengimbau pemerintah memberikan perluasan bantuan sosial atau perlindungan sosial, dan lebih tepat sasaran kepada kelas menengah bawah. Ini untuk mendukung kemampuan konsumsi dari kelompok yang rentan tersebut.
“Kalaupun realokasi anggaran, fokusnya lebih baik ke bantuan sosial yang tepat sasaran. Untuk besarannya, harus bisa menutup daya beli kelompok tersebut. Jadi, kompensasi untuk kenaikan harga-harga dari dampak penyesuaian energi di dalam negeri,” kata Faiz.
Faiz kemudian memberikan hitungan berapa kocek yang baiknya disiapkan oleh pemerintah terkait ini. Menurut perkiraannya, dalam menjaga daya beli masyarakat, dibutuhkan tambahan sekitar Rp 1 juta per kepala keluarga.
Bila ada 155 juta keluarga yang berada dalam kategori rentan dan satu keluarga beranggotakan empat orang, maka ada sekitar 40 juta kepala keluarga. Artinya, dalam satu bulan, pemerintah perlu mengeluarkan tambahan sekitar Rp 40 triliun.
Bila penyesuaian harga bahan bakar domestik dimulai di paruh kedua tahun ini, maka perlu sekitar 6 bulan kompensasi perlindungan sosial untuk sisa tahun ini, sehingga yang dibutuhkan oleh pemerintah adalah sekitar Rp 240 triliun untuk tambahan perlindungan sosial.
Baca Juga: Konsumsi Meningkat, Subsidi Energi Berpotensi Melonjak
Sebaliknya, ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memandang, pemerintah memang perlu menambah subsidi energi, untuk mengurangi beban masyarakat. Namun, ia sepakat dengan Faiz, langkah ini memang mengandung risiko terhadap kondisi fiskal pemerintah.
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada April 2022 mencapai US$ 113,5 per barel, atau meningkat 80,2% dibandingkan harga asumsi ekonomi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.