Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
Dengan asumsi besaran subsidi energi akan meningkat mengikuti kenaikan harga ICP tersebut yang sebesar 80,2%, maka Riefky menghitung, total belanja wajib pemerintah akan membengkak menjadi Rp 2.390,9 triliun atau 88,1% dari total belanja.
Ini disumbang dari potensi peningkatan belanja subsidi energi dari Rp 134 triliun menjadi Rp 241,4 triliun, sehingga total belanja subsidi meningkat dari Rp 207 triliun menjadi Rp 314,4 triliun.
Dengan potensi belanja yang membengkak dan adanya tambahan beban fiskal, maka Riefky mengimbau adanya reformasi dari sistem subsidi energi ini. Terlebih, dalam praktiknya, penyaluran subsidi energi tidak tepat sasaran.
Baca Juga: Pengamat Sebut Kebijakan Penetapan Harga Pertalite Perlu Diubah
“Bisa kita lihat, misalnya bahan bakar untuk Pertalite bisa dinikmati tidak hanya masyarakat miskin. Pun dengan LPG 3 kg. Dengan kondisi minyak dunia naik, Pertamax menjadi lebih mahal dan banyak yang beralih ke Pertalite sehingga kebijakan subsidi sekarang tidak efektif,” tutur Riefky.
Selain penambahan subsidi energi, Riefky juga menyarankan perluasan penyaluran perlindungan sosial. Dalam hal ini, Riefky meminta masyarakat miskin dan membutuhkan lebih dijangkau oleh pemerintah.
“Bisa dengan bisa subsidi energi direvisi, diberikan dengan skema subsidi lain, seperti bantuan langsung tunai, transfer tunai, dan bisa diambil dari pos anggaran subsidi,” tandas Riefky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News