kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gelar Sidang Paripurna ke-7, DPR akan sahkan RUU HPP


Kamis, 07 Oktober 2021 / 08:18 WIB
Gelar Sidang Paripurna ke-7, DPR akan sahkan RUU HPP
ILUSTRASI. Suasana Rapat Paripurna DPR RI


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

RUU HPP juga mengatur tarif pajak baru untuk karbon paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Semula, Sri Mulyani mengusulkan tarif pajak karbon Rp 75 per kilogram CO2e.

RUU menyebutkan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pengenaan pajaknya memperhatikan peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon.

Peta jalan pajak karbon sendiri terdiri dari strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan dan keselarasan antar berbagai kebijakan lain.

Baca Juga: Segera disahkan DPR, ini sederetan kebijakan pajak baru di RUU HPP

Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktifitas yang menghasilkan emisi karbon.

Ketentuan mengenai tata cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, mekanisme pengenaan pajak karbon, dan tata cara pengurangan pajak karbon diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Sementara itu, ketentuan mengenai subjek pajak karbon dan alokasi penerimaan pajak dari karbon untuk pengendalian perubahan iklim diatur berdasarkan PP.

  1. Penghapusan AMT

Dalam RUU HPP, alternative minimum tax alias pajak minimum untuk perusahaan merugi sebesar 1 persen dihapus. Sebelumnya, klausul baru ini tercantum dalam RUU KUP. Adanya usul tarif pajak minimum sebesar 1 persen bermaksud untuk meminimalkan pengemplangan pajak perusahaan.

Sebab, selalu ada tren peningkatan pelaporan perusahaan merugi yang berpotensi menjadi celah penghindaran pajak. Pemerintah mencatat, WP Badan yang melaporkan kerugian meningkat dari 8 persen menjadi 12 persen pada tahun 2019.

WP Badan yang melaporkan kerugian selama 5 tahun berturut-turut meningkat dari 5.199 badan periode 2012-2016 menjadi 9.496 badan tahun 2015-2019.

Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, dihapusnya klausul tersebut sudah kesepakatan kedua belah pihak. Tujuan dihapusnya calon aturan baru tersebut dilakukan agar tidak memberatkan badan usaha.

"Pemerintah memutuskan untuk tidak menerapkan AMT agar tidak memberatkan Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak sektor UMKM dan Wajib Pajak yang memang benar-benar mengalami kerugian (bukan rugi artifisial)," kata Neilmaldrin.

Baca Juga: Tax amnesty jilid II untuk meningkatkan rasio pajak

Tak hanya kesepakatan antar pemerintah dan DPR, penghapusan tarif pajak minimum sudah melalui proses pembahasan bersama seluruh stakeholder pemerintah.

Pemerintah kata Neil, melakukan berbagai diskusi dan kajian bersama masyarakat yang dalam hal ini diwakili oleh asosiasi, LSM, pakar perpajakan, hingga praktisi pendidikan melalui berbagai kegiatan salah satunya adalah focus group discussion (FGD).

Mengutip draf sebelumnya, PPh minimum untuk perusahaan merugi dikenakan dengan tarif 1 persen dari dasar pengenaan pajak berupa penghasilan bruto.

Penghasilan tersebut sebelum dikurangi biaya terkait, tidak termasuk penghasilan yang dikenai pajak bersifat final dan penghasilan yang bukan objek pajak.

Kendati demikian, besaran PPh minimum sebesar 1 persen itu masih bisa diubah dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (Fika Nurul Ulya)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "RUU HPP Disahkan Hari Ini, Simak Poin-poin Pentingnya"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×