Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Duta Besar Republik Indonesia di Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur, mengaku jika dirinya menyerahkan wewenang pemberhentiannya pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Seperti diketahui, dalam rapat kerja Komisi I dengan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, Senin (20/6), Komisi I mendesak agar Marty mengganti Duta Besar di Riyadh. Alasan Komisi I, karena menilai keteledoran Duta Besar yang tidak mengetahui eksekusi Ruyati binti Sapubi.
"Desakan mundur itu sepenuhnya saya serahkan pada Bapak Presiden. Sebagai PNS sepenuhnya Bapak Presiden menentukan saya," ujar Gatot sebelum memulai rapat dengan Komisi I, Kamis (23/6).
Namun, di lain sisi, Gatot mengaku akan menerima kritikan dari seluruh pihak. Ia juga bilang kalau dirinya di Arab Saudi telah melakukan upaya yang terbaik bagi Ruyati. Lagipula, lanjutnya, dirinya mengaku baru satu tahun menjadi Dubes. "Saya kira itu kan masukan yang bagus, kritikan yang sangat positif tentu akan kita perbaiki ke depan. Saya juga Dubes baru satu tahun," jelasnya.
Gatot pun menyatakan kalau dia tidak merasa kecolongan dengan ketidaktahuan eksekusi Ruyati. Soalnya, kesalahan bukan pada KBRI melainkan, karena Arab Saudi tidak memberikan informasi apa pun.
"Saya sudah mengirim 2 nota diplomatik sejak vonis. Tapi mereka sampai terakhir tidak memberikan apa-apa. Kita tidak menyalahkan tapi kita hormati apa yang ada di sana, tapi Pemerintah Arab Saudi sudah mengakui kesalahan itu ada di pihak dia," tutupnya.
Sekadar informasi, Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Ruyati, binti Sapubi ditetapkan pengadilan Arab Saudi bersalah karena telah membunuh majikan pada 12 Januari 2010. Ruyati mendapat hukuman mati, ia pun dihukum pancung pada Sabtu (18/6) kemarin. Dalam eksekusi itu pemerintah Arab Saudi tidak menginformasikan tanggal eksekusi kepada pemerintah Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News