Reporter: Epung Saepudin | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan dari sejumlah penelitian kecil terkait Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat diketahui ada sejumlah kepala desa yang menyunat anggaran mulai dari 10-15% dari setiap proposal anggaran yang diajukan warga. "Itu pengakuan dari beberapa fasilitator di daerah yang pernah kita wawancara,” ujar Uchok kala dihubungi KONTAN, Kamis (30/9).
Uchok bilang, pemerintah selama ini cenderung mengklaim PNPM sebagai sebuah program yang pro poor, dan pro job. Pro poor adalah program yang dirancang untuk pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan pemberdayaan masyarakat sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Sedangkan PNPM yang pro Job adalah program diperuntukkan agar 24 juta orang baik tinggal di perkotaan dan pedesaan mendapat pekerjaan, dan juga dampak ikutannya akan ada 16 juta rakyat miskin akan mendapat manfaat dari itu, serta 5,9 juta mendapatkan kenaikan penghasilan.
Padahal anggaran PNPM baik untuk Perkotaan dan Pedesaan, baik untuk tahun 2009 sebesar Rp 9,4 triliun, dan Rp 11,8 triliun untuk tahun 2010 berasal dari utang yang diberikan oleh World Bank, ADB (Asian Development Bank), JICA (Japan internasional Cooperation Agency), dan AFD (Agence Française de Développement). "Semuanya dari utang,” tegasnya.
Tak cuma itu saja, ada juga persoalan kebocoran anggaran. Hasil audit BPK tahun 2009 atas penggunaan anggaran PNPM ini, sebenarnya telah terjadi penyimpangan sebesar Rp 27,7 miliar. Alokasi anggaran untuk penguatan sekretariat pembinaan PNPM sebanyak Rp 10,3 miliar banyak dipakai untuk belanja barang non operasional, yaitu Rp 809,6 juta dan belanja jasa sebanyak Rp 9,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News