Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli
Pertama adalah membenahi hambatan perdagangan lintas batas (“Trading across borders”). Komponen ini dinilai mengalami pemburukan dari urutan ke-54 pada 2014 menjadi ke-116 pada 2019 dan 2020.
“Kembalikan saja ke posisi tahun 2014, ceteris paribus, niscaya peringkat Indonesia bakal naik lumayan,” katanya.
Kedua dan ketiga adalah perbaiki komponen “Dealing with construction permit” dan “Registering property” dengan penyederhanaan persyaratan dan memperpendek waktu pengurusan.
Baca Juga: Morgan Stanley: Indonesia bisa jadi negara berbasis ekonomi digital terbesar di dunia
“Agaknya tak terlalu sulit untuk melakukan hal itu karena hanya menyangkut beberapa instansi. Kedua komponen ini juga mengalami pemburukan,” jelasnya.
Keempat dan kelima, percepat proses perbaikan yang sudah terjadi untuk komponen “Starting business” dan “Enforcing contracts” agar keduanya menembus peringkat di bawah 100.
Sehingga, sangat disayangkan kalau saat ini pemerintah terlalu terburu-buru untuk menggapai sesuatu yang hampir dalam genggaman.
“Mengapa berjudi dengan Omnibus Law Cipta Kerja yang melebar ke mana-mana sehingga berisiko memorakporandakan kemajuan yang sudah di jalur yang benar. Mengapa harus pindah jalur? Mengapa harus memecah-belah masyarakat? Mengapa pemerintah menempuh langkah zero sum game dengan semua keuntungan diberikan kepada pengusaha (terutama pengusaha besar) dengan merugikan pekerja, masyarakat, dan pemerintah daerah?,” tutupnya.
Selanjutnya: Syarat penguasaan tanah 50% untuk KEK beri kepastian kegiatan usaha jalan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News