Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadikan Coretax sebagai andalan baru dalam reformasi perpajakan nasional guna memperbaiki rasio perpajakan (tax ratio).
Sistem ini dirancang untuk menutup berbagai celah kepatuhan sekaligus memperkuat administrasi perpajakan secara menyeluruh.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan, sejak awal pengembangan Coretax, pertanyaan utama yang muncul adalah apakah sistem ini mampu memberikan dampak nyata terhadap peningkatan tax ratio.
Baca Juga: Bersiap! Ini Sederet Kebijakan Pajak yang Berlaku di 2026
Menurutnya, tax ratio bukan persoalan sederhana karena dipengaruhi banyak faktor, mulai dari kebijakan, kondisi ekonomi, hingga struktur perekonomian nasional.
Meski demikian, Yon menilai masih terdapat ruang besar untuk meningkatkan tax ratio, terutama dari sisi compliance gap atau kesenjangan kepatuhan wajib pajak.
Salah satu penyebab utama compliance gap selama ini adalah administrasi perpajakan yang belum sepenuhnya optimal. Karena itu, Coretax diposisikan sebagai tulang punggung reformasi pajak yang tengah dijalankan DJP.
"Itulah makanya Coretax ini menjadi salah satu backbne-nya kita dalam reformasi yang kita jalankan. Tujuannya tentu akhirnya untuk meningkatkan tax ratio," kata Yon dalam Podcast Cermati, Senin (29/12).
Ia menjelaskan, peningkatan tax ratio melalui Coretax ditempuh lewat dua jalur utama, yakni kepatuhan sukarela (voluntary compliance) dan kepatuhan berbasis penegakan (enforced compliance).
Dari sisi voluntary compliance, sistem baru ini diharapkan mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya melalui layanan yang lebih sederhana, transparan, dan akuntabel.
Baca Juga: Kemendagri Rekapitalisasi 63.230 Dokumen Kependudukan di Tiga Wilayah Kena Banjir
Dengan sistem yang lebih terbuka, wajib pajak diharapkan semakin percaya bahwa pajak yang dibayarkan dikelola dengan baik dan digunakan untuk membiayai berbagai program publik, mulai dari layanan kesehatan, pembangunan infrastruktur, hingga program sosial pemerintah.
Transparansi tersebut diyakini dapat mendorong peningkatan kepatuhan secara sukarela.
Sementara dari sisi enforced compliance, Coretax memperkuat fungsi pengawasan DJP melalui pemanfaatan data yang lebih akurat dan terintegrasi. DJP kini menerapkan pendekatan personalisasi wajib pajak berbasis tingkat risiko.
Wajib pajak dengan risiko tinggi akan menjadi fokus pengawasan, sementara wajib pajak yang sudah patuh akan didorong melalui pelayanan dan edukasi yang lebih tepat.
Pendekatan berbasis risiko ini diharapkan membuat pengawasan lebih efektif dan efisien, tanpa membebani wajib pajak yang telah patuh.
Baca Juga: Berlaku di 2026, Bos Pajak Kembali Ingatkan Aktivasi Coretax!
"Jadi harapan kami dengan Coretax ini ke depan pengawasan yang kami lakukan itu juga bisa menyasar kepada wajib pajak yang memang berisiko saja," katanya.
DJP menargetkan Coretax dapat berkontribusi nyata terhadap peningkatan tax ratio secara berkelanjutan.
Namun Yon menegaskan, keberhasilan tersebut tetap membutuhkan kolaborasi dengan berbagai faktor eksternal di luar sistem administrasi perpajakan.
Selanjutnya: Berlaku 1 Jan 2026, Ini UMK Jawa Barat 2026, Bekasi Tertinggi, Dekati Rp 6 Juta
Menarik Dibaca: Promo Superindo 29 Desember 2025-1 Januari 2026, Jagung Manis-Detergent Diskon 40%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













