Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07% secara tahunan (yoy) sepanjang kuartal I-2019. Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini turun 0,52%. Pada kuartal IV-2018, ekonomi tumbuh pada level 5,18% yoy.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup sehat pada kisaran 5%. Namun, ia tak memungkiri bahwa angka pertumbuhan ekonomi ini relatif rendah di tengah adanya stimulus pemilihan umum (pemilu) pada awal tahun ini.
"Perkiraan kami menunjukkan bahwa pemilu secara historis menambahkan 0,1%-0,2% ke pertumbuhan PDB akhir tahun dan karena pemilihan presiden dan legislatif diadakan pada saat yang sama, kami awalnya memperkirakan kenaikan ini akan terlihat di kuartal pertama," ujar Satria seperti dikutip dari laporan Macro Data Flash, Senin (6/5).
Apalagi, seperti yang diketahui, pemerintah menggelontorkan belanja yang cukup besar untuk pesta demokrasi tersebut yaitu Rp 33,73 triliun, terdiri dari Rp 25,59 triliun untuk penyelenggaraan pemilu, Rp 4,85 triliun untuk pengawasan pemilu oleh Bawaslu, dan Rp 3,29 triliun untuk kegiatan pendukung seperti keamanan dan informasi publik.
Bahana juga melihat minimnya dampak belanja bantuan sosial terhadap pertumbuhan konsumsi domestik. "Padahal, dari dana Rp 38 triliun yang dialokasikan untuk paket bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) tahun ini, sebesar 60% darinya telah dicairkan pada kuartal pertama," ujar Satria.
Ke depan, Bahana menyarankan pemerintah harus mewaspadai pelemahan yang masih ada di sektor manufaktur dan pertanian. Pasalnya, sektor manufaktur, ritel, dan pertanian adalah tiga sektor teratas yang menggerakkan perekonomian Indonesia, dengan total kontribusi 45% dari keseluruhan PDB.
"Sejauh ini ritel tetap satu-satunya yang memberi titik terang, mencetak pertumbuhan tahunan yang relatif sehat sebesar 5,26%. Sementara itu, manufaktur dan pertanian masing-masing hanya meningkat 3,86% dan 1,81%," terang Satria.
Selain itu, ada juga catatan kehati-hatian dari wilayah Maluku dan Papua yang ekonominya turun 10,44% yoy. Badan Pusat Statistik (BPS) mengaitkan hal ini dengan penurunan dalam produksi emas dan tembaga dari Papua yang masing-masing turun 72% dan 53% secara tahunan, serta penurunan dalam output gas alam cair (LNG) dari Papua Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News