Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Langkah pertama, agar dibuat masterplant integrated petrochemical cluster. Dalam masterplan tersebut direncanakan di TPPI yang merupakan anak usaha TubanPetro dibangun aromatic centre dan olefin centre. Saat ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia.
Baca Juga: Mengukur efektivitas pengembangan industri petrokimia terhadap defisit neraca dagang
“Rencana strategis Kemenperin terus mendorong agar anak perusahaan TubanPetro yakni TPPI dapat difungsikan memproduksi BTX sesuai dengan desain kapasitasnya. Karena produk-produk tersebut masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk menghemat devisa,” ucap Sigit.
Ia mengingatkan, jika pengembangan TubanPetro tidak diakselerasi, maka defisit terus berulang. Pasalnya, industri petrokimia hulu-hilir berkontribusi cukup signifikan terhadap defisit neraca perdagangan. Impor terus membengkak, di mana tahun 2018 mencapai USD 15 Miliar.
Oleh karena itu, Kemenperin mendorong agar TPPI dioperasikan pada moda BTX yang mempunyai nilai tambah tinggi, dibandingkan hanya untuk mengolah bahan bakar.
Upaya lain yang lebih ke hulu, Sigit menambahkan, PT Pertamina bisa lebih meningkatkan investasi untuk menghasilkan naptha maupun condensate sebagai bahan baku untuk aromatic center maupun olefin centre milik TPPI.
Baca Juga: Pengembangan petrokimia TubanPetro diyakini mampu menahan defisit neraca dagang
Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri manufaktur dalam negeri membutuhkan lebih dari 2 juta ton bahan baku kimia aromatik. Selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku kimia aromatik karena tidak tersedia di dalam negeri.
Sehingga, jika kilang TPPI memproduksi aromatik, maka bisa substitusi impor senilai US$2 miliar per tahun. Sehingga turut membantu menyehatkan devisa negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News