kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,85   5,27   0.59%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom UGM: Jangan tunda lagi PP konversi MYB TubanPetro


Kamis, 05 September 2019 / 16:33 WIB
Ekonom UGM: Jangan tunda lagi PP konversi MYB TubanPetro
ILUSTRASI. PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dipastikan akan menjadi pemegang saham mayoritas PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) yakni mencapai 95% setelah proses konversi utang Multi Years Bond/MYB menjadi saham tuntas. Saat ini, proses konversi saham terus berjalan, tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP).

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, proses konversi bisa lebih cepat lagi. Pemerintah pun tak perlu ragu.

“Karena itu, diharapkan proses PP segera dituntaskan, semestinya tidak ada lagi keragu-raguan. Saya berpandangan, potensi TubanPetro harus segera dioptimalkan, utamanya untuk sektor petrokimia, juga optimalisasi aset-aset lain, seperti kilang minyak modern yang dimiliki,” tegas Fahmy dalam keterangannya, Kamis (5/9). 

Fahmy menjelaskan, jika PP Konversi segera rampung, lalu dilakukan optimalisasi secepatnya, maka aset-aset TubanPetro semakin produktif. Kilang modern yang dimiliki TubanPetro bisa menghasilkan produk petrokimia. Tidak dioperasikan untuk menghasilkan BBM saja. “Sehingga bisa menekan impor petrokimia dalam jumlah besar,” tegas Fahmy.

Baca Juga: Pemerintah akan menjadi pemilik 95% saham TPI pasca konversi utang

Ia menghitung, ada potensi untuk mampu mensubstitusi impor bahan baku kimia aromatic mencapai US$2 miliar per tahun, jika aset TubanPetro beroperasi penuh, terutama PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), difungsikan secara optimal. Apalagi desain awal memang untuk produk-produk aromatik yang mampu mendukung industri lain.

Karena itu, kata Fahmy, PP Konversi sebagai basis hukum penambahan saham pemerintah di TubanPetro diharapkan bisa cepat tuntas. Dengan dimiliki pemerintah, maka akan lebih leluasa dalam mengembangkan bisnis dan operasional.

Karena, sebagai pemilik mayoritas, pemerintah tidak perlu banyak persetujuan untuk mengambil berbagai langkah strategis. “Sehingga keputusan yang diambil akan lebih cepat, dan bagus bagi TubanPetro” ujarnya. 

(Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menambahkan, TubanPetro memiliki peluang besar untuk turut berkontribusi menekan desifit. Caranya, dengan memaksimalkan semua potensi anak usaha, terutama TPPI.

Langkah pertama, agar dibuat masterplant integrated petrochemical cluster. Dalam masterplan tersebut direncanakan di TPPI yang merupakan anak usaha TubanPetro dibangun aromatic centre dan olefin  centre. Saat ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia.

Baca Juga: Mengukur efektivitas pengembangan industri petrokimia terhadap defisit neraca dagang

“Rencana strategis Kemenperin terus mendorong agar anak perusahaan TubanPetro yakni TPPI dapat difungsikan memproduksi BTX sesuai dengan desain kapasitasnya. Karena produk-produk tersebut  masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk menghemat devisa,” ucap Sigit.

Ia mengingatkan, jika pengembangan TubanPetro tidak diakselerasi, maka defisit terus berulang. Pasalnya, industri petrokimia hulu-hilir berkontribusi cukup signifikan terhadap defisit neraca perdagangan. Impor terus membengkak, di mana tahun 2018 mencapai USD 15 Miliar.

Oleh karena itu, Kemenperin mendorong agar TPPI dioperasikan pada moda BTX yang mempunyai nilai tambah tinggi, dibandingkan hanya untuk mengolah bahan bakar.

Upaya lain yang lebih ke hulu, Sigit menambahkan, PT Pertamina bisa lebih meningkatkan investasi untuk menghasilkan naptha maupun condensate sebagai bahan baku untuk aromatic center maupun olefin centre milik TPPI. 

Baca Juga: Pengembangan petrokimia TubanPetro diyakini mampu menahan defisit neraca dagang

Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri manufaktur dalam negeri membutuhkan lebih dari 2 juta ton bahan baku kimia aromatik. Selama ini Indonesia masih mengimpor bahan baku kimia aromatik karena tidak tersedia di dalam negeri.

Sehingga, jika kilang TPPI memproduksi aromatik, maka bisa substitusi impor senilai US$2 miliar per tahun. Sehingga turut membantu menyehatkan devisa negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×