Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
Kenyataannya saat ini, Josua melihat, belanja pemerintah belum cukup mampu mengungkit aktivitas perekonomian yang dapat mendorong transmisi moneter lebih cepat. Itu sebabnya permintaan kredit masih lemah dan transmisi kebijakan moneter belum signifikan pasca pemangkasan 1% suku bunga acuan sejak Juli 2019 lalu.
“Jangan juga sekadar spending karena belanja yang bermutu dan memberi efek multiplier secara cepat lah yang harus diprioritaskan sekarang. Terutama di daerah di mana aktivitas ekonomi bergantung pada belanja pemdanya,” sambung Josua.
Dari sisi moneter, Josua berharap pelonggaran kebijakan ini menciptakan persepsi dan ekspektasi pada masyarakat dan pelaku usaha sehingga konsumsi dan ekspansi bisnis meningkat.
Baca Juga: BI turunkan proyeksi pertumbuhan kredit Indonesia jadi hanya 9%-11% di 2020
Ia memproyeksi, BI masih memiliki ruang kebijakan yang lebih longgar sebagai langkah preemptive lanjutan pada semester I-2020 ini sebesar 25 bps lagi.
“Tapi perlu diingat juga bahwa BI harus tetap fokus pada stabilisasi nilai tukar rupiah, keseimbangan eksternal, dan ekspektasi inflasi. Biar perspektif pertumbuhan ekonomi dikerjakan lebih oleh pemerintah agar jangan semua beban kebijakan ada pada bank sentral juga,” tandas Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News