kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ekonom: Realisasi stimulus pemerintah lebih krusial tangkal perlambatan ekonomi


Kamis, 20 Februari 2020 / 21:44 WIB
Ekonom: Realisasi stimulus pemerintah lebih krusial tangkal perlambatan ekonomi
ILUSTRASI. RDG Bank Indonesia memutuskan menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 4,75 persen.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75% pada Kamis (20/2) turut melengkapi kebijakan pemerintah, khususnya dari sisi fiskal, untuk mencegah perlambatan ekonomi Indonesia yang lebih dalam. 

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, BI memang perlu mengambil langkah pre-emptive melalui pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga: BI: Dampak wabah corona ke perekonomian akan paling terasa di kuartal I-2020

Namun Josua menilai, bauran kebijakan fiskal pemerintah lah yang penting untuk dipastikan terealisasi. “Terutama dari sisi percepatan belanja-belanja produktif yang diwacanakan, itu harus benar-benar terealisasi untuk menjadi stimulus perekonomian dan menjaga daya beli maupun konsumsi masyarakat. Selama ini, justru kebijakan pemerintah yang masih kurang berdampak,” tutur Josua saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (20/2).

Percepatan belanja pemerintah baik di tingkat pusat yaitu kementerian dan lembaga, maupun di tingkat daerah diharapkan dapat menstimulasi aktivitas perekonomian. Dampaknya, permintaan terhadap kredit pun meningkat sehingga secara alami transmisi kebijakan moneter bisa terdorong lebih cepat. 

Kenyataannya saat ini, Josua melihat, belanja pemerintah belum cukup mampu mengungkit aktivitas perekonomian yang dapat mendorong transmisi moneter lebih cepat. Itu sebabnya permintaan kredit masih lemah dan transmisi kebijakan moneter belum signifikan pasca pemangkasan 1% suku bunga acuan sejak Juli 2019 lalu. 

“Jangan juga sekadar spending karena belanja yang bermutu dan memberi efek multiplier secara cepat lah yang harus diprioritaskan sekarang. Terutama di daerah di mana aktivitas ekonomi bergantung pada belanja pemdanya,” sambung Josua. 

Dari sisi moneter, Josua berharap pelonggaran kebijakan ini menciptakan persepsi dan ekspektasi pada masyarakat dan pelaku usaha sehingga konsumsi dan ekspansi bisnis meningkat. 

Baca Juga: BI turunkan proyeksi pertumbuhan kredit Indonesia jadi hanya 9%-11% di 2020

Ia memproyeksi, BI masih memiliki ruang kebijakan yang lebih longgar sebagai langkah preemptive lanjutan pada semester I-2020 ini sebesar 25 bps lagi. 

“Tapi perlu diingat juga bahwa BI harus tetap fokus pada stabilisasi nilai tukar rupiah, keseimbangan eksternal, dan ekspektasi inflasi. Biar perspektif pertumbuhan ekonomi dikerjakan lebih oleh pemerintah agar jangan semua beban kebijakan ada pada bank sentral juga,” tandas Josua. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×