Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, arah kebijakan BI tahun ini akan sangat ditentukan oleh inflasi. Sementara itu, ekspektasi inflasi yang bersumber dari harga yang diatur pemerintah (administered prices) naik, terutama dari harga bahan bakar minyak (BBM).
Begitu juga dengan ekspektasi inflasi yang bersumber dari harga pangan yang bergejolak naik, yang dipengaruhi oleh potensi la nina yang lebih besar di tahun ini.
"Kalau ekspektasi inflasi administered prices naik dan inflasi pangan lebih tinggi dari tahun lalu maka inflasi akhir tahun di atas ekspektasi BI. Mungkin di 3,5%-4,5%," kata Josua kepada KONTAN, Kamis (18/1).
Dari sisi eksternal, Bank of Japan (BoJ) telah mengonfirmasi untuk mengurangi stimulus. Juga European Central Bank (ECB). Hal ini bisa meyakinkan Federal Reserve (The Fed) untuk menaikkan bunga acuannya.
Josua memproyeksi, kenaikan bunga acuan The Fed tahun ini akan terjadi sebanyak dua kali, yaitu di Juni dan September atau Desember nanti. Pada saat itu, rupiah kemungkinan akan mengalami tekanan hingga ke level Rp 13.500-Rp 13.600 per dollar AS.
Makanya, Josua memproyeksi, "BI 7-Day Reverse Repo Rate flat hingga akhir tahun. Kemungkinan menaikkan lebih kecil dibanding menurunkan. Tetapi kemungkinan paling besar adalah mempertahankan," kata Josua.
Ia juga memperkirakan, BI akan fokus pada kebijakan makro prudensialnya di tahun ini, seperti counter cyclical buffer (CCB) atau giro wajib minimum (GWM) valas.
Sementara itu, Ekonom Maybank Indonesia Juniman memperkirakan, setidaknya BI akan menahan bunga acuan hingga kuartal kedua nanti, tepatnya di Mei 2017. Setelah itu, BI akan menaikkan bunganya sebesar 25 basis points (bps).
"Di Juni 2018 akan ada kenaikan (BI 7-Day RRR) satu kali, satu kali saja di tahun ini, untuk memitigasi dampak kenaikan suku bunga The Fed dan antisipasi dampak pengetatan bank sentral lainnya, supaya enggak terjadi outflow," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News