Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah menaruh defisit anggaran 2016 pada kisaran 1,7%-2,1% dari PDB. Sebelumnya dalam Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) 2016 defisit anggaran berada pada rentang 1,7%-1,9% dari PDB.
Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) Agustinus Prasetyantoko berpendapat, kunci defisit anggaran berada pada penerimaan pajak. Seharusnya target penerimaan negara tahun depan ditentukan dari realisasi tahun ini.
Untuk tahun ini sudah pasti akan terjadi shortfall di mana potensinya bisa mencapai Rp 200 triliun. Jika naik 11% dari target tahun ini maka gap yang terjadi terlalu besar.
"Konsekuensinya adalah belanja harus diatur sehingga tidak terlalu ekspansif," ujarnya ketika dihubungi KONTAN, Rabu (20/5).
Akibat dari belanja yang tidak ekspansif adalah pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi 5,8%-6,2% tahun depan yang ditargetkan pemerintah terlalu optimis.
Prasetyantoko memperkirakan ekonomi tahun depan optimis hanya 5,5%. Maka dari itu, target asumsi makro berikut target penerimaan pajaknya hendaknya dibuat realistis agar tidak perlu dilakukan lagi APBN Perubahan.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tahun depan tumbuh 11%-12% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Dalam APBNP 2015 penerimaan perpajakan ditargetkan Rp 1.489,3 triliun. Ini berarti tahun depan penerimaan perpajakan diharapkan naik menjadi Rp 1.653,1 triliun-Rp 1.668,02 triliun.
Penerimaan perpajakan yang naik ini selaras dengan pertumbuhan ekonomi tahun depan yang diharapkan bisa menembus 5,8%-6,2%. Dari sisi belanja, untuk mendorong pertumbuhan 5,8%-6,2% tersebut pemerintah juga akan menambah alokasi belanja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News