Reporter: Vina Elvira | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Indef Tauhid Ahmad menyoroti kebijakan pemerintah melarang ekspor minyak goreng dan turunannya. Tauhid mengatakan, kebijakan ini akan menuai berbagai polemik dalam jangka panjang, baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pertama, berdampak terhadap turunnya pemasukan negara, terutama dari pungutan ekspor crude palm oil (CPO). Apabila pungutan ekspor turun, maka pemerintah harus menambal defisit dengan subsidi yang diberikan dalam program biodisel, dalam hal ini solar.
"Kedua, pajak ekspor akan turun, ini angkanya agak besar. Lalu ketiga, kita akan kehilangan devisa, yang secara tahunan devisa daripada CPO ini antara Rp 400 triliun-Rp 500 triliun, itu besar sekali. Ini akan sangat rugi dari sisi itu," ucap Tauhid, kepada Kontan.co.id, Minggu (24/4).
Dia melanjutkan, desakan juga akan datang dari sisi global. Beberapa negara pengimpor CPO yang sudah menjadi mitra dagang Indonesia, khususnya bagi mereka yang telah meneken kontrak, pasti akan terdampak oleh kebijakan tersebut.
Baca Juga: Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng Bisa Bikin US$ 3 Miliar Melayang dari RI
Bukan tidak mungkin, negara-negara pengimpor CPO seperti China, India, dan Amerika Serikat akan menahan kegiatan ekspor mereka ke Indonesia. Hal ini, ditakutkan akan mengakibatkan lonjakan harga barang-barang yang diimpor dari negara bersangkutan.
"Termasuk bahan baku industri, seperti besi dan baja yang dari impor itu akan dijadikan balasan. Saya kira artinya dia (harga minyak goreng) akan turun sementara, tapi karena nggak kuat dengan situasi, kemungkinan akan dicabut kebijakannya. Jadi bersifat sementara," jelasnya.
Tauhid menilai, larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku turunannya ini akan berujung sia-sia. Hal ini justru membuat Indonesia terlihat plin-plan dalam mengambil sebuah keputusan, sehingga dapat membuat tingkat kepercayaan para investor menurun karena kebijakan yang berubah-rubah.
Alih-alih melarang ekspor CPO, Tauhid mengatakan seharusnya pemerintah tetap berkomitmen mengawal dan mengawasi implementasi DMO CPO 20% yang sudah ditetapkan.
"Cuman implementasi pengawasan yang lemah, jadi nggak perlu sampai larangan ekspor. Kalau ada yang salah, ya serahkan bukti hukum dan sebagainya tinggal diproses. Saya kira itu sudah betul dilakukan Kejaksaan Agung," sebut Tauhid.
Baca Juga: Ekspor Minyak Goreng Akan Disetop, Begini Antisipasi Astra Agro Lestari (AALI)
Kemudian, terkait dengan subsidi harga untuk minyak goreng curah. Pemerintah bisa menggandeng Bulog untuk proses pendistribusian, guna menghindari praktik-praktik nakal yang hanya menguntungkan para pelaku usaha atau distributor.
"Serahkan ke mekanisme pasar Bulog ambil alih, jaringan dari produsen minyak goreng sampai distribusi Bulog. Terus dikasih kewenangan dan anggaran untuk melakukan stabilisasi harga pasar," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News