kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,12   -8,25   -0.83%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Indef ingatkan deflasi beruntun bisa jadi tanda-tanda depresi ekonomi


Kamis, 01 Oktober 2020 / 17:43 WIB
Ekonom Indef ingatkan deflasi beruntun bisa jadi tanda-tanda depresi ekonomi
ILUSTRASI. Pedagang menunggu calon pembeli bahan makanan di Pasar Jaya Grogol, Jakarta, Senin (24/08).


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di sepanjang kuartal III-2020, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi dalam tiga bulan berturut-turut.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi berturut-turut pada kuartal III-2020 dimulai pada bulan Juli 2020 yang sebesar 0,10% month to month (mom), Agustus 2020 0,05% mom, dan teranyar September 2020 yang juga mencatat deflasi 0,05% mom.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat, deflasi yang berturut-turut terjadi ini merupakan sinyal dari sisi permintaan yang terus mengalami tekanan, karena menurunnya pendapatan secara agregat.

Bhima pun mewanti-wanti, kalau deflasi beruntun ini bisa mengarahkan pada indikasi adanya depresi ekonomi. Jadi, saat ini Indonesia kemungkinan tidak menghadapi resesi, tapi malah langsung depresi ekonomi.

Baca Juga: Terjadi deflasi 0,05% mom pada bulan September 2020, ini penyebabnya

“Tahun 1930, ketika jadi depresi, indikasi globalnya terlihat dari adanya deflasi di banyak negara,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (1/10).

Untuk menanggulangi agar Indonesia tidak jatuh ke dalam jurang depresi tersebut, maka cara terutama untuk meningkatkan konsumsi masyarakat adalah dengan penanganan pandemi, alias menurunkan kurva penularan Covid-19.

Sejauh ini, pemerintah telah memberikan stimulus termasuk bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat, akan tetapi bansos masih lebih banyak menyasar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Baca Juga: BPS: Deflasi 3 bulan berturut akibat daya beli masih lemah

Padahal, porsi menengah ke bawah dalam total belanja masyarakat ini sangat kecil. Kata Bhima, porsi masyarakat menengah ke atas yang lebih besar porsinya, bahkan di kisaran 83%.

“Akan tetapi, kelas menengah atas baru mulai belanja kalau pandemi tertangani dengan baik. Kondisi saat ini, di mana kasus positif Covid-19 masih cukup tinggi membuat kelas menengah atas tahan belanja dan menabung di bank. Jadi kuncinya, penanganan pandemi,” tandasnya.

Selanjutnya: PMI turun lagi, deflasi Indonesia masih berlanjut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×