kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Indef: Indonesia bisa krisis ekonomi bila corona bertahan hingga 6 bulan


Minggu, 22 Maret 2020 / 15:40 WIB
Ekonom Indef: Indonesia bisa krisis ekonomi bila corona bertahan hingga 6 bulan
ILUSTRASI. Calon penumpang duduk di ruang publik Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (21/3/2020). PT. Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara Soekarno Hatta menerapkan 'Social Distancing' dengan memberikan tanda panduan jarak di ruang publik


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada dalam bayang-bayang perebakan virus corona (Covid-19). Tak tanggung-tanggung, bahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sampai menyusun beberapa skenario terkait pertumbuhan ekonomi di tahun 2020.

Menkeu mengatakan, dampak wabah corona terhadap perekonomian diperkirakan masih dapat teratasi sehingga ekonomi tumbuh di atas 4% tahun ini. Namun pada skenario yang lebih berat, pertumbuhan ekonomi diproyeksi bisa hanya 2,5% hingga bahkan 0% pada tahun ini.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira juga memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan.

Baca Juga: Pelemahan rupiah diprediksi berlanjut di awal pekan

"Prediksi pribadi (pertumbuhan ekonomi) anjlok di bawah 3,8% dengan asumsi Covid-19 bisa teratasi dalam waktu dekat," jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Sabtu (21/3).

Dalam skenario terburuk, Bhima memastikan bahwa Indonesia berpotensi masuk krisis ekonomi bila wabah ini bertahan selama 6 bulan.

Sementara itu, pemerintah juga telah menggelontorkan paket stimulus fiskal jilid 1 dan 2 dalam upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi tahun ini. Tak hanya itu, Bank Indonesia juga telah hadir dengan pelonggaran dari sisi makroprudensial dan moneter.

Meski begitu, Bhima melihat bahwa stimulus ekonomi yang telah diberikan baik oleh pemerintah dan bank sentral tersebut belum cukup dalam menghadapi tekanan virus dari negeri tirai bambu ini.

Bhima pun mengambil beberapa contoh. Pertama, terkait dengan relaksasi berupa PPh 21 yang ditanggung oleh pemerintah yang hanya diberikan ke sektor industri manufaktur selama 6 bulan.

Menurut Bhima, ini kurang efektif karena tidak hanya industri yang terkena dampak Korona, tetapi juga sektor lain.

"Seperti pariwisata, perdagangan, logistik, hingga pertanian. Kenapa yang diberikan hanya ke pekerja industri? Sebaiknya pemerintah merevisi lagi bonus PPh21 diberikan ke semua sektor terdampak, meski itu hanya berlaku 3 bulan. Itu jauh lebih efektif," tambah Bhima.

Selanjutnya, ada juga kemudahan dan insentif pajak-bea masuk impor. Menurutnya, ini cukup problematik mengingat ketika pasokan bahan baku impor terganggu Corona, maka sebaiknya pemerintah lebih mendorong substitusi bahan baku domestik dan para produsen domestik.

Selain itu, ada juga bantuan sosial (bansos) yang diberikan oleh pemerintah. Bhima melihat bahwa bansos memang penting, akan tetapi lebih baik bila diperluas cakupannya ke kelas menengah bawah atau near poor. Apalagi, bila nantinya Indonesia menerapkan sistem lockdown bila wabah ini terus meluas.

Ia pun membandingkan dengan Amerika Serikat (AS). Negara adidaya tersebut juga telah memberikan stimulus fiskal berupa cash transfer sebesar US$ 1.000 - US$ 1.200 per orang dewasa dan US$ 500 per anak-anak.

Baca Juga: Ekonom ini proyeksikan ekonomi bisa tumbuh 4,3% jika corona selesai akhir kuartal II

"Kalau di Indonesia juga bisa dengan cash transfer, tetapi misalnya Rp 600 ribu - Rp 1 juta per orang untuk wilayah yang nantinya akan terkena lockdown atau Jakarta dan sekitarnya," jelas Bhima.

Sementara dari sisi bank sentral, pada Kamis (19/3), BI telah menurunkan kembali suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 4,5%.

Menurut Bhima, penurunan tersebut masih kurang, karena mestinya bisa 50 bps. Oleh karenanya, dampak psikologis ke pasar dirasa masih terbatas.

Terakhir, terkait dengan program-program yang lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Kartu Prakerja, dan lain-lain, Bhima melihat efeknya akan terasa saat recovery sehingga masih belum cukup untuk menahan pelemahan daya beli di saat situasi kritis ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×