Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy meramal penerimaan negara bakal shortfall di akhir tahun ini. Proyeksi tersebut sejalan dengan pengendalian virus corona yang belum membaik, sehingga membuat aktivitas perekonomian melandai.
Setali tiga uang, di semester II 2021 tantangan penerimaan negara makin bertambah. Meski, pada semester I 2021, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi penerimaan negara mencapai Rp 886,9 triliun, tumbuh 9,1% year on year (yoy).
Pencapaian tersebut setara dengan 50,9% dari target penerimaan negara hingga akhir 2021 sebesar Rp 1.743,6 triliun. Artinya dalam waktu enam bulan, pemerintah tinggal mencari sumber penerimaan sebesar Rp 856,7 triliun agar mencapai target yang telah ditentukan.
Dari angka tersebut seluruh pos pendapatan negara tumbuh positif yakni penerimaan pajak 4,9% yoy, penerimaan kepabeanan dan cukai 31,1% yoy, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tumbuh 11,4% secara tahunan.
Baca Juga: Tangani lonjakan Covid-19, pemerintah kembali refocusing anggaran Rp 32 triliun
Yusuf mengatakan untuk penerimaan pajak, di semester II 2021 akan banyak ditentukan oleh kinerja tiga sektor utama. Pertama sektor manufaktur yang dinilai.
Meski ada peluang pertumbuhan, pemulihannya akan terbatas karena terdampak dari upaya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang dilakukan pemerintah.
Namun beberapa sub-sektor masih berpeluang untuk tumbuh, seperti makanan dan minuman, farmasi dan obat tradisional, hingga logam mulia. Meski begitu, industri tekstil dan produk tekstil permintaannya akan sedikit tertekan sehingga akan berdampak pada kinerja sub-sektor ini.
Kedua, kinerja pajak dari sektor perdagangan dalam enam bulan ke depan bakal cukup sulit mencapai titik puncak setelah melewati Idul Fitri dan Ramadhan lalu. Meski harapannya tentu ada pada akhir tahun nanti, tersokong Natal dan Tahun Baru.
Baca Juga: Sri Mulyani sebut penerimaan negara tumbuh 9,1% pada semester I 2021
Ketiga, sektor keuangan yang akan ditentukan dari peningkatan jumlah kredit. Perbankan dan debitur pun dinilai masih wait and see dalam menyalurkan dan meminjam kreditnya.
Dari sisi kepabeanan, Yusuf mengatakan kinerja bea keluar masih akan moncer meskipun kontribusinya terhadap penerimaan negara mini. Sebab, outlook kinerja ekspor dan harga komoditas khususnya minyak sawit diprediksi bakal menggeliat hingga akhir 2021.
Sementara untuk cukai, diperkirakan mencapai target 2021 karena demand perokok yang masih bagus meski pandemi dan efek kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Sementara untuk PNBP, faktor pendorongnya ada pada pos non-migas. Kata Yusuf, harga batubara masih akan terdorong peningkatan permintaan dari China. Di saat yang bersamaan supply dari Australia juga masih akan terbatas akibat konsolidasi masalah lingkungan hingga hubungan dagang dengan China.
Baca Juga: Peneliti Indef: Jangan salahkan Covid-19 karena penerimaan negara tidak tercapai
“Betul, bahwa pertumbuhan ekonomi, khususnya di kuartal III 2021 akan terganjal dampak dari kenaikan kasus Covid-19. Sehingga hal ini akan menekan aktifitas perekonomian, pada muaranya aktifitas penerimaan negara,” kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (5/7).
Yusuf memproyeksikan, akibat pelemahan ekonomi di kuartal III-2021, penerimaan pajak berpeluang shortfall sebesar Rp 120 triliun sampai dengan Rp 150 triliun di akhir 2021.
Ia berharap shortfall tersebut tidak lebih dalam. Caranya pemerintah bisa mengendalikan pandemi virus corona dan mengakselerasi pemulihan ekonomi di kuartal IV-2021.
Selanjutnya: Pemerintah perpanjang bansos, target disalurkan pekan ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News