Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Ketiga, sektor keuangan yang akan ditentukan dari peningkatan jumlah kredit. Perbankan dan debitur pun dinilai masih wait and see dalam menyalurkan dan meminjam kreditnya.
Dari sisi kepabeanan, Yusuf mengatakan kinerja bea keluar masih akan moncer meskipun kontribusinya terhadap penerimaan negara mini. Sebab, outlook kinerja ekspor dan harga komoditas khususnya minyak sawit diprediksi bakal menggeliat hingga akhir 2021.
Sementara untuk cukai, diperkirakan mencapai target 2021 karena demand perokok yang masih bagus meski pandemi dan efek kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Sementara untuk PNBP, faktor pendorongnya ada pada pos non-migas. Kata Yusuf, harga batubara masih akan terdorong peningkatan permintaan dari China. Di saat yang bersamaan supply dari Australia juga masih akan terbatas akibat konsolidasi masalah lingkungan hingga hubungan dagang dengan China.
Baca Juga: Peneliti Indef: Jangan salahkan Covid-19 karena penerimaan negara tidak tercapai
“Betul, bahwa pertumbuhan ekonomi, khususnya di kuartal III 2021 akan terganjal dampak dari kenaikan kasus Covid-19. Sehingga hal ini akan menekan aktifitas perekonomian, pada muaranya aktifitas penerimaan negara,” kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (5/7).
Yusuf memproyeksikan, akibat pelemahan ekonomi di kuartal III-2021, penerimaan pajak berpeluang shortfall sebesar Rp 120 triliun sampai dengan Rp 150 triliun di akhir 2021.
Ia berharap shortfall tersebut tidak lebih dalam. Caranya pemerintah bisa mengendalikan pandemi virus corona dan mengakselerasi pemulihan ekonomi di kuartal IV-2021.
Selanjutnya: Pemerintah perpanjang bansos, target disalurkan pekan ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News