Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Sementara itu, untuk kinerja emiten, Yusuf menilai dilihat dari keseluruhan levelnya, belum menunjukkan secara utuh kontribusinya terhadap perekonomian. Hal ini karena emiten perusahaan bisa mengatur tetap menghasilkan keuntungan, seperti dengan melakukan efisiensi.
“Jadi keuntungannya itu belum sepenuhnya menggambarkan efek pemulihan permintaan konsumen,” jelasnya.
Jika mengacu pada 2 tahun terakhir, kinerja emiten di kuartal I-2020 yang mencatatkan laba sebanyak 243 emiten, sementara di kuartal I-2021 sebanyak 442 emiten. Akan tetapi, di kuartal I-2022, data sementara mencatat baru ada 119 emiten yang mencatatkan pertumbuhan laba. Hal ini masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2 tahun sebelumnya.
Baca Juga: Ekonom LPEM UI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I 2022 Sebesar 4,58%
Sementara itu, terkait dengan pajak, jika dilihat dari 4 tahun ke belakang di kuartal I, kinerjanya mengalami peningkatan. Pada kuartal I-2019 penerimaan pajak mencapai Rp 247,7 triliun, sementara di kuartal I-2020 Rp 241,6 triliun, di kuartal I-202 Rp 228,1 triliun, dan di kuartal I-2022 mencapai Rp 322,46 triliun.
Yusuf menilai, meskipun di satu sisi bisa mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi, namun di sisi lain masih ada mayoritas lapangan usaha di dalam negeri seperti di sektor informal yang belum bisa ditarik atau dikenakan pajak secara proper dan optimal.
“Sehingga penerimaan pajak belum bisa mengcapture proses pemulihan secara komprehensif,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
