kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mulai 2023, pemerintah harus merujuk batas defisit APBN 3% dari PDB


Rabu, 21 Juli 2021 / 07:40 WIB
Mulai 2023, pemerintah harus merujuk batas defisit APBN 3% dari PDB
ILUSTRASI.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di masa pandemi saat ini, rujukan legalitas pemerintah dalam mengelola utang yang cenderung meningkat, bahkan memperlebar defisit anggaran.

Ekonom Ryan Kiryanto mencontohkan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semula dibatasi 3% dari PDB dalam Penjelasan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang (UU) Keuangan Negara diubah boleh melebihi 3% terhadap  Produk Domestik Bruto (PDB)  oleh Pasal 2 ayat 1 huruf a nomor 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1/2020 yang kini telah menjadi UU No. 2/2020.

Menurut UU ini, defisit melebihi 3% dari PDB tersebut dibatasi hanya sampai 2022. Pada 2023 defisit sudah harus kembali ke maksimal 3% dari PDB.

Sehingga, kesimpulan Ryan adalah merupakan langkah tepat dan responsif jika pemerintah mematok defisit anggaran pada 2023 berkisar 2,71% hingga 2,97% dari PDB. Outlook defisit tersebut selaras dengan batas waktu kewenangan pemerintah untuk memperlebar defisit di atas 3% dari PDB.

Baca Juga: Ini kata ekonom soal turunnya utang negeri BUMN pada bulan Mei 2021

Artinya, mulai 2023 pemerintah harus merujuk kembali pada ketetapan UU Nomor 17 tahun 2003 yang mengatur batas defisit APBN sebesar 3% dari PDB. Di sinilah porsi utang sebagai salah satu sumber pembiayaan harus dapat dikelola dengan prudent, kredibel, efisien dan efektif.

Adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia ditandai lebih dari 2.000.000 juta penduduk terinfeksi membutuhkan penanganan lebih serius sehingga mendorong pemerintah menambah alokasi anggaran sektor kesehatan.

Menurut Ryan, hal inilah yang melatarbelakangi pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif dimana belanja negara lebih besar daripada pendapatan negara sehingga menimbulkan defisit yang melebar untuk menopang ketahanan sektor kesehatan dan ekonomi.

“Defisit tersebut ditutupi melalui pembiayaan atau utang yang sejauh ini perkembangan utang masih relatif aman karena dikelola terutama untuk belanja produktif secara prudent. Di saat pandemi, tambahan utang tak terelakkan sebagaimana terjadi di negara-negara lain,” kata Ryan kepada Kontan.co.id, Senin (19/7).




TERBARU

[X]
×