kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.490   100,00   0,61%
  • IDX 6.787   -120,00   -1,74%
  • KOMPAS100 980   -16,66   -1,67%
  • LQ45 754   -11,11   -1,45%
  • ISSI 221   -4,23   -1,88%
  • IDX30 391   -6,58   -1,66%
  • IDXHIDIV20 457   -9,06   -1,95%
  • IDX80 110   -1,76   -1,57%
  • IDXV30 113   -1,97   -1,71%
  • IDXQ30 126   -2,46   -1,91%

Penambahan Lapisan Tarif PPh Orang Kaya Hanya Menyuburkan Penghindaran Pajak


Senin, 23 Juni 2025 / 13:54 WIB
Penambahan Lapisan Tarif PPh Orang Kaya Hanya Menyuburkan Penghindaran Pajak
ILUSTRASI. Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai, semakin tinggi tarif PPh orang pribadi (OP), akan semakin banyak pula wajib pajak melakukan penghindaran pajak.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Lembaga riset ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) menyarankan pemerintah Indonesia untuk menambah lapisan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi kelompok berpenghasilan tinggi.

Namun, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai, semakin tinggi tarif PPh orang pribadi (OP), akan semakin banyak pula wajib pajak melakukan penghindaran pajak.

"Apalagi jika manfaat pajak belum bisa dirasakan oleh wajib pajak," ujar Raden kepada Kontan.co.id, Senin (23/6).

Menurutnya, seharusnya tarif PPh OP hanya cukup sampai 30% saja, atau turun dari tarif PPh progresif yang saat ini mencapai 35%.

"Bukan malah ditambah lagi lapisan lebih tinggi. Peningkatan lapisan tarif PPh OP tidak akan efektif meningkatkan penerimaan pajak," katanya.

Baca Juga: Pajak Orang Kaya Perlu Ditingkatkan, AMRO Soroti Kesenjangan Tarif PPh

Ketimbang meningkatkan tarif PPh OP, Raden menyarankan pemerintah untuk lebih baik mengenakan pajak warisan. Pasalnya, selama ini warisan termasuk bukan objek PPh.

Ia mengusulkan pemerintah untuk mengenakan pajak warisan sebesar 10% untuk warisan dengan total kekayaan di atas Rp 100 miliar. Menurutnya, pengusaha yang memiliki kekayaan di atas Rp 100 miliar sangat banyak di Indonesia.

Di sisi lain, Raden menilai, peningkatan tarif pajak justru dapat mengurangi penerimaan pajak itu sendiri.

Hal ini dijelaskan dalam Kurva Laffer dari Arthur Betz Laffer yang menyatakan bahwa ada titik optimal tarif pajak di mana penerimaan pajak mencapai puncaknya. "Menurut saya, tarif 30% sudah tinggi untuk Indonesia," kata Raden.

Sebagai informasi, AMRO menilai struktur PPh di Indonesia masih kurang progresif dibandingkan negara-negara tetangga di Asia.

"Untuk mengoptimalkan penerimaan dari pajak penghasilan, perlu dipertimbangkan perluasan golongan tarif bagi kelompok berpendapatan tinggi,” tulis AMRO. 

Meski pemerintah Indonesia telah menambah jumlah lapisan tarif pajak dari empat menjadi lima, AMRO menilai rentang antara tarif 30% dan 35% terlalu lebar.

Baca Juga: AMRO Dorong Penambahan Tarif Pajak untuk Orang Kaya di Indonesia

Saat ini, tarif tertinggi sebesar 35% hanya berlaku bagi individu dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun—sekitar 141 kali rata-rata gaji nasional.

Sementara itu, tarif 30% dikenakan bagi mereka yang berpenghasilan antara Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar atau setara 14 kali gaji rata-rata nasional.

“Dengan selisih yang signifikan antara dua lapisan tertinggi ini, pengenalan bracket tambahan untuk kelompok berpenghasilan tinggi layak dipertimbangkan,” tulis AMRO.

Selanjutnya: Modena Bidik Kerja Sama Lintas Sektor Indonesia–Rusia dari SPIEF 2025

Menarik Dibaca: Modena Bidik Kerja Sama Lintas Sektor Indonesia–Rusia dari SPIEF 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×