Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah tersebar dan tengah menjadi amatan beragam sektor usaha. Di dunia pangan misalnya, berdasarkan penelurusan Kontan.co.id, ada beberapa perubahan ketentuan pasal pada Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 soal pangan.
Salah satunya pasal 36 pada UU yang menerangkan "Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya Pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan."
Baca Juga: British Chamber harap Omnibus Law bisa hilangan banyak ketidakpastian
Menjadi, "Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya Pangan dari hasil produksi dalam negeri, Cadangan Pangan Nasional, dan Impor Pangan." Pada RUU kondisi impor diindikasikan lebih longgar sehingga menimbulkan pertanyaan.
Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) menilai keberadaan omnibus law ialah niatan baik dari pemerintah. Hanya saja jika penggarap kebijakan ada keinginan membuka peluang besar impor maka hal tersebut patut diwaspadai.
"Hal yang disebutkan tadi (perubahan pasal) harus diperjelas, jangan sampai multi tafsir," sebut Sholahudin, Ketua Umum APJI kepada Kontan.co.id, Senin (17/2). Ia mengingatkan jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan sebesar-besarnya keberadaan omnibus law ini.
Petani jagung berharap pengendalian tetap dilakukan sebagai bentuk perlindungan produksi lokal. Saat ini kebutuhan dalam negeri terhadap jagung mencapai 1,4 juta ton per bulannya.
Baca Juga: Pembentukan BUMN khusus pengelola migas dapat mempercepat target produksi nasional
Sedangkan impor jagung tahun lalu terbilang kecil hanya mencapai kisaran 200 ribu ton, sehingga kondisi saat ini menurut APJI produksi jagung masih dapat terserap maksimal di dalam negeri. Adapun yang menjadi sorotan utama Sholahudin ialah agar pemerintah mendukung petani jagung lewat pengadaan bibit berkualitas.
Serta pemberian fasilitas produksi pasca panen, agar kualitas jagung yang dihasilkan tinggi dan memberikan harga terbaik bagi petani. Selama ini kata Sholahudin, petani jagung menghadapi produksi yang berlimpah namun kualitas rentan menurun dan mempengaruhi harga jual.
Sementara itu Musbar Mesdi, Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (APLN) menilai apa yang tertuang di omnibus law tersebut masih merupakan implementasi dari peraturan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian yang ada selama ini. Impor sendiri dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.
Baca Juga: Omnibus law bisa jadi angin segar untuk investor asing, tapi..
Dari sisi industri ayam petelur, menurut Musbar tidak terpapar isu impor. Sebab selama ini impor binatang unggas bukanlah perkara yang mudah dan sudah ketat peraturannya.
Mengenai regulasi yang mendukung industri saat ini, menurutnya belum semua memuaskan. Musbar berharap seluruh instansi terkait industri ini harus dilibatkan, salah satunya Kementerian Perindustrian..
Selain itu peternak ayam layer berharap agar ketersediaan pakan jagung dan harga yang baik dapat stabil demi mendukung produksi telur ayam. "Jagung sebagai bahan pakan utama ayam sangat menentukan produksi telur," terang Musbar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News