Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra, Habiburokhman mengaku, tak setuju dengan istilah dualisme di dalam kepemimpinan DPR. Menurut dia, istilah itu tidak akan menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya terjadi.
“Posisinya sangat jelas bahwa pimpinan DPR yang sah adalah yang ditetapkan pada rapat paripurna di DPR pada 2 Oktober 2014 lalu,” kata Habib dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (31/10).
Pimpinan yang dimaksud Habib itu adalah susunan Setya Novanto dari Fraksi Golkar sebagai Ketua DPR, dengan posisi empat wakil ketua diduduki oleh Fachri Hamzah (PKS), Agus Hermanto (F-Demokrat), Fadli Zon (F-Gerindra) dan Taufik Kurniawan (F-PAN).
“Segala hak, wewenang, tugas dan kewajiban pimpinan DPR hanya bisa dilaksanakan oleh lima orang tersebut,” kata Habib.
Habib khawatir dualisme kepemimpinan DPR yang ada saat ini justru hanya akan menghambat kinerja pimpinan DPR yang sah dalam membantu pemerintah yang kini telah membentuk kabinet. “Jika hal itu benar-benar terjadi maka yang paling dirugikan adalah rakyat,” katanya.
Sebelumnya, Koalisi Indonesia Hebat membentuk pimpinan DPR sendiri karena mereka tidak puas dengan kepemimpinan pimpinan DPR saat ini yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih. Mereka mengangkat pimpinan DPR yang diketuai oleh Pramono Anung Wibowo, dan 4 wakil yaitu Abdul Kadir Karding, Saifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (Nasdem), dan Dossy Iskandar (Hanura).
Presiden Jokowi berharap DPR bersatu untuk memberi contoh baik kepada masyarakat. Adapun Wakil Presiden Jusuf Kalla menginginkan adanya musyawarah dalam menyelesaikan kisruh di DPR. Menurut Kalla, masing-masing koalisi harus saling berbagi agar terjadi harmoni yang baik. (Dani Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News