kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,28   10,97   1.21%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR tidak yakin dengan target pajak di APBN 2020 dapat tumbuh 23,3%


Kamis, 30 Januari 2020 / 16:03 WIB
DPR tidak yakin dengan target pajak di APBN 2020 dapat tumbuh 23,3%
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kemayoran, Jakarta, Selasa (25/6/2019).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meragukan kinerja penerimaan pajak di tahun 2020.  DPR menilai target penerimaan pajak tidak rasional mengingat basis penerimaan pajak di tahun lalu yang hanya tumbuh 1,4% secara year on year (yoy).

Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah menargetkan realisasi pajak sepanjang tahun 2020 sebesar Rp 1.642,6 triliun. Nah, dari realisasi penerimaan pajak tahun lalu yakni Rp 1.332,1 triliun, artinya pemerintah di 2020 harus berupaya untuk memberikan pertumbuhan sekitar 23,3% secara tahunan.

Baca Juga: Menimbang efektifitas omnibus law untuk tingkatkan investasi

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlu merevisi APBN 2020, khususnya dalam penerimaan pajak. Alasannya, pemerintah masih optimistis Pajak Penghasilan (PPh) Migas dapat sesuai proyeksi. Padahal, tahun lalu PPh Migas menjadi batu sandungan pendapatan pajak.

Misbakhun tidak memungkiri bahwa realisasi PPh Migas dipengaruhi oleh lifting Migas yang merosot dan dampak perlambatan ekonomi global. Namun, Anggota Fraksi Partai Golkar ini menilai kesalahan pemerintah terletak pada asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang jauh dari sasaran.

Setali tiga uang, kurs rupiah yang melemah membuat crude price Indonesia (CPI) fluktuatif.

Baca Juga: Masih digodok, PPh final transaksi derivatif ditargetkan rampung tahun ini

“Ini menyebabkan APBN tidak tercapai. Ketika defisit penerimaan pajak dengan shortfall mencapai Rp 245 triliun, maka ini akan menekan defisit secara keseluruhan. Artinya dari sisi fiskal tahun ini harus diperbaiki, kalau tahun ini pemerintah masih optimistis defisit tahun ini 1,76%, ini terendah sepanjang sejarah. Tantangannya besar,” kata Misbakhun saat rapat Realisasi APBN 2019 dan Outlook Perekonomian 2020 di Kompleks DPR/MPR, Kamis (30/1).

Sementara itu, Misbakhun menyampaikan pemerintah harus menyiapkan strategi yang lebih terukur untuk penerimaan pajak di tahun 2020 yang merupakan tulang punggung penerimaan negara.

“Penerimaan pajak sejak tahun 2008 sampai saat ini tidak pernah tercapai. Kalau Bea Cukai bukan prestasi karena sudah tradisi mencapai target. Tapi, pajak tidak tercapai dan sudah menjadi tradisi,” ujar Misbakhun. 

Baca Juga: Analis rekomendasikan beli saham WEGE, ini penjelasannya

Di sisi lain, Anggota Komis XI yang juga bekas Pegawai Direktorat Jenderal Pajaka (DJP) mengungkapkan tahun lalu pemerintah cenderung memperketat praktik restitusi atau pengembalian pajak pada tahun lalu terhadap Wajib Pajak (WP) Badan.

Padahal, restitusi pajak juga menjadi salah satu alasan pemerintah mengapa shortfall pajak melebar di tahun ini.

“Kadin menyampaikan restitusi pajak di akhir tahun 2019 (November-Desember) ditekan. Alasan pemerintah adanya tekanan restitusi. Apakah benar ini menajdi satu-satunya tekanan? Mereka banyak pertanyaan mengapa realisasinya target 2020 makin tinggi, padahal sampai sekarang kita tidak tahu trategi apa untuk sampai ke target. Karena mereka ini WP Besar,” kata Misbakhun. 

Baca Juga: Sri Mulyani ungkap strategi pemerintah antisipasi ketidakpastian ekonomi 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×