Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta penjelasan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan jajarannya terkait dengan tunggakan tagihan pembayaran subsidi dan kompensasi yang belum dilunasi kepada sejumlah BUMN.
Selain itu Misbakhun juga menyinggung terkait tunggakan pembayaran Bantuan Subsidi Upah (BSU) oleh Kementerian Keuangan.
Misbakhun meminta Kementerian Keuangan menjelaskan bagaimana realisasi pengelolaan subsidi dan kompensasi tahun ini. Pasalnya, Komisi XI dengan BUMN melakukan rapat-rapat konsinering yang menjalankan BSU, dimana mereka telah menyampaikan semua kepada komisi XI dalam rapat panjang yang dimulai pukul 40.00 WIB sore sampai jam 09.00 WIB malam.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Mendapat Aksi Protes dari Masyarakat Usai Batal Naikkan Cukai Rokok
"Saya ingin kepada rekan-rekan (Komisi XI DPR RI) untuk memperhatikan dan membandingkan dengan apa yang disampaikan oleh BUMN dan BSU semalam. Karena banyak sekali beberapa dari mereka kompensasi 2024 yang belum dibayar, dan kemudian alokasi subsidi 2025 yang belum sepenuhnya belum dijalankan," ungkap Misbakhun dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan di Gedung DPR RI, Selasa (30/9)
Melihat hal ini, Misbakhun menyebut harusnya hal ini tak menjadi persoalan, mengingat dalam APBN semua anggaran belanja termasuk subsidi dan kompensasi sudah memiliki alokasinya, bahkan pencairannya pun penuh dengan proses.
Lebih jauh Misbakhun menjelaskan kompensasi dan subsidi ini dirasakan secara langsung pada kehidupan harian masyarakat baik subsidi energi dan non energi, dalam bentuk subsidi BBM, gas LPG 3 Kg, dan transportasi Pelni dan sebagainya, subsidi listrik pada voltage tertentu, hingga subsidi pupuk bagi petani.
"Untuk tahun 2025 subsidi dan kompensaisi yang dialokasikan Rp 309 triliun, kompensasi dan subsidi ini dirasakan langsung oleh masyarakat," ungkap Misbakhun.
Misbakhun juga menegaskan bahwa salah satu indikator kinerja utama dari Menteri keuangan dan Kementerian Keuangan termasuk Direktoral Jenderal Anggaran adalah bagaimana pengelolaan Bendahara Umum Negara (BUN) dijalankan tata kelolanya.
"Banyak temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dalam laporan pemerintah pusat sering kali ditemukan temuan yang berulang dalam pengelolaan BUN ini adalah mengenai belum adanya prosedur dan standar nasional yang sebelumnya diterapkan," terang Misbakhun.
Subsidi berfungsi untuk melakukan koreksi terhadap ketidaksempurnaan pasar, market imperfection, sehingga dapat menstimulus produksi dan konsumsi, negara hadir untuk membantu rakyatnya dalam jumlah yang sangat besar.
Secara historis, Misbakhun mencatat belanja subsidi dan kompenasi pemerintah selama beberapa tahun terakhir telah mencapai ribuan triliun sejak tahun 2020. Misalnya saja pada tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp 196 triliun, kemudian pada tahun 2021 sebesar Rp 241 triliun, tahun 2022 dialokasikan Rp 252 Triliun, sementara tahun 2023 sebesar Rp 269 triliun, dan tahun 2024 mencapai Rp 292 triliun
"Ini menunjuukkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan jumlah yang sangat besar, ribuan triliun untuk masyarakat. tentunya ini harus disampaikan secara khusus kehadiran negara, dan perlu juga sampai kepada masyarakat hal-hal seperti ini adalah fundamental sekali," ungkap Misbakhun.
Hal ini menjadi penting mengingat tahapan pengesahan belanja APBN, termasuk di dalamnya belanja subsidi dan kompensasi yang dikelola dalam APBN dimana penyusunannya diawali dengan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) dan Nota Keuangan, dan kemudian disahkan melalui Badan Anggaran DPR RI.
Baca Juga: Cukai Rokok Tak Naik Tahun Depan, Menkeu Purbaya Fokus Lakukan Ini
Selanjutnya: Mulai 1 Oktober 2025, PLN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 sampai S2
Menarik Dibaca: Kesempatan Terakhir Promo Chatime Payday Funday, Minuman Favorit Cuma Rp 19.000/Cup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News