Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KPU pada akhirnya bertindak tepat dengan tetap bersikukuh pada putusan MK dan mencoret Oesman dari daftar calon anggota DPD yang akan berlaga di Pileg 2019. Bivitri mengingkatkan, jika KPU membangkang putusan MK, legitimasi calon yang berlaga di pilkada juga akan rentan digugat sengketa.
Pada akhirnya, MK sebagai lembaga yang berwenang mengadili sengketa pilkada, juga dapat membuat calon hasil pembangkangan konstitusi itu tidak sah.
"Konsekuensi politik yang penting, ingat semua sengketa hasil pilkada akan diputus oleh MK dan MK bisa memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) buat pemilu yang melanggar Putusan MK," tegas Bivitri.
Istilah pembangkangan konstitusi juga keluar dari mulut MK merespons sengkarut hukum pencalonan Oesman Sapta ketika itu.
Baca Juga: Respons Putusan MK, KPU Akan Revisi PKPU Pencalonan Kepala Daerah
Dalam putusan nomor 98/PUU-XVI/2018, majelis hakim konstitusi ketika itu menegaskan bahwa sekali Mahkamah telah mendeklarasikan suatu undang-undang atau suatu pasal, ayat, dan/atau bagian dari suatu undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka tindakan apa pun yang mengabaikan putusan itu bakal bersifat ilegal.
Pengabaian itu dapat berarti penggunaan suatu undang-undang atau suatu pasal, ayat, dan/atau bagian undang-undang seolah-olah sebagai undang-undang yang sah, padahal oleh Mahkamah telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
"Dengan demikian, dalam hal suatu lembaga atau masyarakat tidak menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi, hal demikian merupakan bentuk nyata dari pembangkangan terhadap konstitusi," tulis putusan tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DPR "Anulir" MK, Bola Panas di KPU, Pakar: Kita Lihat, Membangkang atau Jaga Konstitusi", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2024/08/21/16002441/dpr-anulir-mk-bola-panas-di-kpu-pakar-kita-lihat-membangkang-atau-jaga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News