kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

DPD nilai pemerintah pusat gagal pahami masalah Papua


Jumat, 04 November 2011 / 12:14 WIB
DPD nilai pemerintah pusat gagal pahami masalah Papua
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis (17/9/2020).


Reporter: Eka Saputra | Editor: Edy Can

JAKARTA. Ketua Panitia Khusus Papua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Paulus Yohannes Sumino menilai pemerintah pusat gagal memenuhi kebutuhan daerah Papua setelah ada investasi di sana. Sebab, dia menilai, kemarahan warga Papua karena tidak memperoleh akses ekonomi dengan adanya penanaman modal di sana.

Padahal, Paulus mengatakan, kehadiran investasi seperti Freeport sangat berpengaruh bagi kehidupan ekonomi warga Papua. "Artinya ada proses politik yang belum selesai dan akhirnya menimbulkan ketidakpuasan terutama bagi orang Papua," tandasnya, Jumat (4/11).

Kekecewaan itu, lanjut Paulus, semakin dalam karena pemerintah cuek atau menanggapinya dengan salah kaprah. Padahal, dia bilang, warga Papua hanya ingin akses yang sama untuk mendongkrak kesejahteraannya. "Kalau mereka ikut menebang hutan, misalnya langsung dicap illegal logging. Padahal ini kan cuma keinginan partisipasi perbaikan ekonomi," tandasnya.

Kehadiran aparat keamanan, lanjutnya, juga semakin memperburuk keadaan. Sebab, dia bilang kehadiran aparat keamanan ini menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia secara meluas.

Di sisi lain, Paulus meminta pemerintah tidak melihat budaya kekerasan dalam masyarakat Papua secara berlebihan. Dia berdalih, warga Papua yang marah biasanya membawa senjata seperti tombak dan panah. Namun, dia mengatakan, senjata itu tidak dimaksudkan untuk membunuh. "Sama saja seperti aksi demonstrasi di Jakarta atau misuh-misuhnya orang Surabaya kalau sedang marah. Inilah yang disalahpahami oleh pemerintah," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×