Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Nilai investasi sistem pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan menggunakan alat pemantau Radio Frequency Identification (RFID) menjadi murah. Hal itu disebabkan menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah.
Ali Mundakir, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), mengatakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) mengajukan perubahan harga pengembalian investasi proyek ini. Investasi INTI dalam bentuk dolar Amerika Serikat, sedangkan yang dibayarkan Pertamina dalam bentuk rupiah.
"Beberapa bulan terakhir nilai tukar dolar menguat. PT INTI mengeluhkan impor yang dilakukan. Padahal kontraktual menggunakan rupiah," ujar Ali, Jumat (1/11).
Ali menegaskan, pemasangan RFID di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan di kendaraan tidak berhenti dengan adanya perubahan nilai proyek yang diajukan INTI. Oleh sebab itu Pertamina meminta opini pihak ketiga yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan perhitungan terhadap nilai proyek.
"Dalam kontrak proyek pengadaan RFID dipaparkan spesifikasi teknis serta harga," ungkap Ali.
Di wilayah Jakarta, sistem ini masih diujicobakan untuk memastikan kehandalan kinerja guna menghindari kerugian bagi pengusaha SPBU dan Pertamina. Apabila sistem terkendala maka pencatatan transaksi dilakukan secara manual namun akibatnya pemerintah tidak mau membayar jumlah BBM subsidi kepada Pertamina.
Hal ini berdasarkan perjanjian dengan pemerintah yang melakukan verifikasi penjualan BBM subsidi melalui sistem RFID itu. Tidak hanya Pertamina yang dirugikan tapi INTI selaku pemenang lelang pengadaan dan pemasangan SMPBBM pun dirugikan.
"BBM subsidi yang dikeluarkan juga tidak akan dibayar Pertamina," ungkap Ali. (Tribunnews.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News