kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DJP semakin galak menertibkan administrasi pajak ekonomi digital


Minggu, 14 Juli 2019 / 16:54 WIB
DJP semakin galak menertibkan administrasi pajak ekonomi digital


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

Sementara, dari pajak e-commerce atau market place, Ignatius mengaku tidak tahu apakah pelapak di sana sudah bayar pajak atau belum. Alasannya hal itu bukan menjadi tanggung jawab market place. Selebihnya pembayaran pajak oleh pelapak secara offline.

Di sisi lain, market place bersedia memberikan data penjual dan transaksi. Namun, mereka mengimbau hal itu juga perlu ditegakkan ke pada seluruh lini ekonomi digital. “Kalau aturan berat sebelah, pelapak malah kabur ke media sosial,” ungkap Ignatius.

Baca Juga: IHSG bergerak stagnan dalam sepekan meski banyak isu positif, ini sebabnya

Sementara kendala dari pajak periklanan dan jual-beli di internet adalah beberapa perusahaan tidak mempunyai perwakilan di Indonesia. Kata Ignatius transaksi via internet banyak yang berasal dari luar negeri biasanya dari Irlandia, China, dan Singapura. Padahal pajak dari sana jauh lebih besar di bandang dari market place.

Sebab, pajak iklan biasanya masuk ke Pajak Penambahan Nilai (PPN) yang dikenakan tarif 10%. Sementara dari market place 90% pelapak merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun dimana harus membayar pajak 0,5% per tahun.

Selanjutnya, pajak di perusahaan juga fintech ditertibkan. Ketua Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Kuseryansyah mengungkapkan pajak di fintech tengah dalam pembahasan asosiasi terkait platform peer to peer (P2P) lending.

Baca Juga: Kinerja Emiten Properti Tak Seragam

Dalam skema kerja dana P2P berasal dari pemberi pinjaman (lander) yang bisa terdiri dari perorangan atau perusahaan. Kemudian akan disalurkan kepada peminjam lewat perusahaan fintech P2P.

Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak ada batasan lender dalam memberikan pinjaman. Namun, oleh perusahaan fintech P2P ada batasan maksimum total pemberian pinjaman sebesar Rp 2 miliar.

Untuk itu, Kuseryansyah mengatakan kegiatan ekonomi di fintech P2P masih tergolong kena pajak UMKM. Beberapa data transaksi fintech P2P terdapat di pusat data yang tersentralisasi.

Baca Juga: STNK mati dua tahun, ini penjelasan dari polri

Dia bilang, sejauh ini fintech P2P sudah berkoordinasi dan mendapat persetujuan oleh OJK. Bahkan semua transaksi jumlah pinjaman yang tersalurkan, jumlah lender, rasio kredit bermasalah rutin dilaporkan ke OJK.

“Saya rasa perlu sosialisasi dengan DJP lebih lanjut, skema data dan informasi apa yang ingin didapat dari kami,” kata Kuseryansyah kepada Kontan.co.id, Minggu (14/7).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×