Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah akan kembali mengubah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 107/PMK.03/2017 atau aturan perpajakan controlled foreign companies (CFC).
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, sampai saat ini pemerintah masih menyiapkan aturan CFC yang terbaru. Namun dia berharap aturan tersebut bisa diterbitkan dalam waktu dekat. "Ditargetkan mudah-mudahan sebulan sudah selesai. Maret atau akhir maret," ujar Robert, Rabu (20/2).
Adanya peraturan CFC ini memang ditujukan agar perusahaan-perusahaan tidak melakukan penghindaran pajak antar negara. Menurut Robert, nantinya dalam aturan yang baru, pemerintah akan lebih adil dalam menentukan jenis-jenis penghasilan apa saja yang akan dikategorikan sebagai penghindaran pajak. "Kalau dia membangun company di luar sana untuk lebih aktif memanufacturing, itu kan bukan menghindari pajak, itu untuk ekspansi saja," terang Robert.
Rencananya, dengan aturan yang baru ini, pemerintah akan mengubah dasar pengenaan deemed dividend yang tadinya merupakan laba setelah pajak Badan Usaha Luar Negeri (BULN) nonbursa terkendali menjadi jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu BULN nonbursa terkendali.
Dalam peraturan yang ada, cakupan penghasilan tertentu pun akan diatur dimana penghasilan berupa dividen, penghasilan berupa dividen, bunga sewa, royalti dan keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta dengan penambahan pengaturan terkait penghasilan bunga dan sewa.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, adanya perubahan aturan ini sudah sangat dinanti. Apalagi, pihaknya pun sudah mengusulkan agar pemerintah melakukan perubahan pada peraturan CFC sejak tahun lalu.
Yustinus mengatakan, dengan aturan yang lama, wajib pajak dalam negeri yang memiliki perusahaan di luar negeri yang memang ditujukan untuk berbisnis bisa saja mengalami disinsentif. "Kalau untuk bisnis, deemed dividend berarti akan mengurangi modal kerja sehingga merugikan. Bisa saja perusahaan tidak membagi laba karena untuk investasi," jelas Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News