Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan sejumlah reformasi perpajakan dalam bidang pelayanan wajib pajak (WP) sepanjang 2017 - 2018. Kemudahan maupun penurunan tarif tersebut diharapkan berpengaruh terhadap kepatuhan para pengusaha yang menjadi wajib pajak.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, perubahan kebijakan administratif maupun penurunan tarif yang diberikan kepada wajib pajak memang tidak begitu besar.
"Tetapi mudah-mudahan mengurangi rintangan-rintangan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. At least, ini semangat dari kami Kementerian Keuangan menyiapkan administrasi perpajakan yang lebih friendly dan memberikan kepastian," ujar Robert, Selasa (19/2).
Beberapa perubahan tersebut, antara lain penyederhanaan kewajiban manyampaikan SPT dalam PMK Nomor 9 Tahun 2019. Dalam beleid tersebut SPT PPh Pasal 25 Nihil tidak lagi wajib lapor, SPT Masa PPh Pasal 21 atau 26 Nihil juga tidak wajib lapor kecuali masa Desember, serta adanya fasilitas pelaporan SPT secara elektrobnik (e-SPT, e-filing, e-form).
DJP juga melakukan penyederhanaan pelayanan SPT dengan memperluas channeling, yakni KP2KP dan layanan di luar kantor dapat menerima semua jenis SPT, serta tidak perlunya melampirkan SSP untuk semua jenis SPT.
Selain itu, tersedia juga portal yang melayani segala kebutuhan verifikasi dan konfirmasi status wajib pajak (KSWP) melalui DJPonline secara real time. Melalui portal tersebut, WP juga dapat memperoleh surat keterangan fiskal (SKF), Surat Keterangan Domisili Subjek Pajak Dalam Negeri (SKD-SPDN) maupun Surat Keterangan Domisili Subjek Pajak Luar Negeri (SKD-WPLN).
Pelonggaran juga diberikan kepada pengusaha pengembang, yakni validasi surat setoran pajak (SSP) dapat disampaikan online dengan satu permohonan untuk beberapa ojek dan multipembayaran. Validasi dapat dilakukan cukup dengan surat permohonan dan daftar pembayaran PPh, tanpa melampirkan SSP.
"Karena sebelum ini, perusahaan pengembang setoran banyak karena cicilan dan banyak properti membutuhkan waktu lebih lama, sekarang jadi cepat," kata Robert.
Sementara, untuk meningkatkan kepatuhan BUMN, DJP membentuk integrasi data perpajakan dengan BUMN dalam bentuk aplikasi e-Faktur Host-To-Host (H2H). Aplikasi ini diharapkan dapat menurunkan cost of compliance BUMN dengan semakin minimnya sanksi administrasi perpajakan.
Menkeu juga menambah kriteria WP yang yang boleh melakukan restitusi tanpa pemeriksaan tambahan, antara lain reputable traders dan WP Patuh melalui PMK Nomor 39 Tahun 2018. Efeknya, terjadi lonjakan pengajuan restitusi yakni jumlah SPT naik 261% yoy menjadi 5.449 dengan nominal yang juga naik 91% yoy menjadi Rp 20,47 di 2018.
Terakhir, Robert menjelaskan adanya PMK Nomor 213 Tahun 2018 yang berisi simplifikasi regulasi di mana Menkeu mencabut sebanyak 45 KMK dan PMK yang tidak lagi relevan lagi. DJP juga telah mencabut 48 Keputusan Dirjen Pajak maupun Perdirjen yang dianggap sudah tidak sesuai, tumpang tindih, maupun kadaluwarsa.
"Yang perlu di-capture adalah kita terus memperbaiki aturan yang tidak konsisten dan memberikan kemudahan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News