kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.398.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.726   -19,00   -0,11%
  • IDX 8.384   12,44   0,15%
  • KOMPAS100 1.160   2,43   0,21%
  • LQ45 844   2,48   0,30%
  • ISSI 294   1,24   0,42%
  • IDX30 442   1,22   0,28%
  • IDXHIDIV20 508   0,26   0,05%
  • IDX80 131   0,30   0,23%
  • IDXV30 136   -1,27   -0,92%
  • IDXQ30 140   0,35   0,25%

Ditjen Pajak Temukan 71% Perusahaan Sawit di Sumatra Utara Berisiko Pajak Tinggi


Jumat, 14 November 2025 / 11:25 WIB
Ditjen Pajak Temukan 71% Perusahaan Sawit di Sumatra Utara Berisiko Pajak Tinggi
ILUSTRASI. Dari hasil uji dengan sistem kecerdasan buatan (AI), 71% perusahaan sawit di Sumatra Utara masuk dalam kategori risiko tinggi kepatuhan pajak.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan hasil analisis awal terhadap kepatuhan perpajakan sektor Crude Palm Oil (CPO) di wilayah Sumatra Utara.

Dari hasil uji menggunakan sistem berbasis kecerdasan buatan (AI), sebanyak 71% perusahaan sawit di daerah tersebut masuk dalam kategori risiko tinggi (high risk) terhadap potensi ketidakpatuhan pajak.

Temuan ini disampaikan langsung oleh Pemeriksa Pajak Madya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Karawang, Joko Ismuhadi dalam acara seminar yang digelar Pusdiklat Pajak, Kamis (13/11/2025).

Baca Juga: Ditjen Pajak Temukan Rp 20 Triliun Sektor CPO di Sumatra Utara yang Belum Tergali

Dengan menggunakan Artificial Intelligence Compliance Ecosystem (AICEco), Joko melakukan uji coba terhadap 298 entitas industri CPO dan menghasilkan temuan signifikan terkait potensi penerimaan pajak yang belum tergali.

"Kemarin saja uji coba dikasih data 298 data, 71 koma sekian persen masuk kategori very high risk untuk industri CPO di Sumatra Utara dengan potensi pemajakan Rp 20 triliun," kata Joko.

Ia menjelaskan, AICEco beroperasi melalui tiga lapisan utama, yakni lapisan deteksi, lapisan defenisi, dan lapisan operasionalisasi.

Ketiganya membentuk sistem pengawasan kepatuhan berbasis data dan kecerdasan buatan.

Melalui sistem tersebut, petugas pajak bisa mendeteksi shadow economy atau underground economy yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.

Baca Juga: MK Tolak Gugatan Penghapusan Pajak Pensiun dan Pesangon

"Jadi bagaimana nanti supaya ini bisa mendeteksi secara nominal terbesar underground itu dilakukan oleh siapa? Dari pengusaha besar," kata Joko.

Joko menambahkan bahwa AICEco menggunakan mathematical accounting equation dan tax accounting equation untuk memetakan kesesuaian antara data akuntansi perusahaan, arus kas, serta kewajiban pajaknya.

Dengan sistem tersebut, setiap wajib pajak dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yakni low risk, medium risk, dan high risk, berdasarkan hasil analisis pola pelaporan keuangan dan transaksi.

Selanjutnya: Setelah Garap Ekosistem, Bank Digital Makin Gencar Salurkan Pinjaman Langsung

Menarik Dibaca: 7 Strategi Menyusun Anggaran Liburan Keluarga Akhir Tahun agar Kantong Tidak Jebol

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×