kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.210   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Didukung Pemulihan Ekspor, Neraca Dagang Diproyeksikan Surplus pada Mei 2025


Minggu, 29 Juni 2025 / 17:15 WIB
Didukung Pemulihan Ekspor, Neraca Dagang Diproyeksikan Surplus pada Mei 2025
ILUSTRASI. Kendaraan truk kontainer melintas untuk melakukan aktifitas bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2025 diproyeksikan kembali mencatatkan surplus yang signifikan, seiring pulihnya aktivitas ekspor dan meredanya ketidakpastian global. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2025 diproyeksikan kembali mencatatkan surplus yang signifikan, seiring pulihnya aktivitas ekspor dan meredanya ketidakpastian global. 

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan surplus dagang bulan Mei mencapai US$ 2,29 miliar, jauh lebih tinggi dibanding realisasi US$ 158,8 juta pada April 2025.

Menurut Josua, proyeksi ini didukung oleh dua faktor utama. Pertama, normalisasi perdagangan pasca libur lebaran yang mendorong pemulihan operasional sektor riil dan industri. Kedua, membaiknya kondisi perdagangan global setelah tercapainya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang meredakan ketegangan perang dagang.

“Pasca lebaran, ekspor biasanya meningkat karena kegiatan produksi dan pengiriman kembali aktif. Ekspor Indonesia diperkirakan naik 11,76% (month to month/mtm) pada Mei, setelah turun 10,77% di April,” ujar Josua kepada Kontan, Minggu (29/6).

Secara tahunan (year on year/yoy), ekspor masih tumbuh meski melambat, yakni 3,84% (yoy) dari sebelumnya 5,76% pada April. Permintaan dari Tiongkok terhadap produk Indonesia juga menguat, naik 1,80% (mtm) dan 10,22% (yoy) pada Mei, berbalik dari kontraksi di bulan sebelumnya.

Baca Juga: Surplus Menyusut, Neraca Perdagangan Indonesia Berpotensi Berbalik Defisit

Sementara itu, impor Indonesia diperkirakan mengalami normalisasi. Pertumbuhannya hanya 1,49% (mtm), jauh lebih rendah dibanding lonjakan 8,80% pada April yang sempat terjadi akibat front-loading sebelum ketetapan tarif. Secara tahunan, impor juga melambat menjadi 7,69% (yoy) dari 21,84% sebelumnya.

Normalisasi impor ini sejalan dengan turunnya ketidakpastian pasar, terutama setelah kesepakatan AS-Tiongkok. Hal ini tercermin dari ekspor Tiongkok ke Indonesia yang anjlok, dari tumbuh 26,04% di April menjadi kontraksi 9,28% di Mei.

Namun, Josua mengingatkan bahwa tekanan eksternal masih membayangi. Meskipun tensi perang dagang menurun, tarif impor AS terhadap barang-barang Tiongkok tetap tinggi di kisaran 30%, memberi tekanan pada perdagangan global dan harga komoditas unggulan Indonesia.

Di sisi lain, lemahnya permintaan domestik turut menekan laju impor, sehingga memperkuat posisi net ekspor. Tekanan harga minyak yang mereda akibat ketegangan Timur Tengah yang menurun juga memberikan dukungan terhadap neraca dagang.

Dari perspektif makro, surplus neraca dagang yang stabil turut menjaga defisit transaksi berjalan (CAD) dalam batas aman. Josua memperkirakan CAD tahun 2025 sedikit melebar ke 0,87% dari PDB, dari 0,63% pada 2024. Namun hal ini masih memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan.

Kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) dari sektor sumber daya alam juga dinilai positif, karena akan menambah cadangan devisa dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, yang diperkirakan stabil di kisaran Rp16.100– Rp 16.400 per dolar AS hingga akhir tahun. Cadangan devisa sendiri diproyeksikan berada di kisaran US$ 153 miliar sampai dengan US$ 157 miliar.

Baca Juga: Surplus Neraca Dagang April 2025 Menyusut, Potensi Defisit Transaksi Berjalan Terbuka

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyampaikan data yang juga mendukung tren surplus. Ia memperhitungkan surplus neraca dagang diperkirakan mencapai US$ 4,016 miliar, dimana ekspor tumbuh 5,52% secara tahunan (yoy) dan 13,58% mtm, sementara impor hanya naik 0,74% yoy dan justru turun 5,06% mtm.

"Secara keseluruhan, terms of trade Indonesia melemah karena harga CPO turun lebih tajam dibandingkan minyak atau batubara," ujar David kepada Kontan. 

David melanjutkan, berdasarkan big data, belanja importir turun lebih dalam dibanding penerimaan eksportir, mendukung pelebaran surplus.

Dengan tambahan satu hari kerja di bulan Mei dibanding April, kinerja perdagangan dinilai mendapat tambahan dukungan teknis dari sisi periode kerja.

Selanjutnya: Prabowo Sebut Nilai Tambah Proyek Baterai Kendaraan Listrik bisa Capai US$ 48 Miliar

Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 30 Juni-1 Juli, Provinsi Ini Siaga Hujan Sangat Lebat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×