Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan membacakan Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 pada Jumat (15/8/2025).
Pidato ini menjadi sorotan karena akan menunjukkan keseimbangan antara janji kampanye dan kondisi fiskal pada tahun kedua pemerintahannya.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengungkapkan bahwa dalam pembahasan RAPBN 2026 telah disepakati pendapatan sekitar 11%–12% dari produk domestik bruto (PDB), belanja 14% PDB, keseimbangan primer positif tipis, dan defisit maksimal sekitar 2,5% PDB.
Baca Juga: Jelang Nota Keuangan, Ekonom Prediksi Prabowo Tekankan Rasio Pajak& Program Prioritas
Menurut Achmad, tantangan utama pemerintah adalah memenuhi ambisi besar dengan ruang fiskal yang terbatas. Saat ini, rasio perpajakan Indonesia masih rendah, sekitar 10% PDB.
“Ini seperti pipa yang bocor air (penerimaan) tak pernah memenuhi bak (anggaran),” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (15/8).
Penerimaan perpajakan 2026 diperkirakan sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya, namun tetap tertinggal dibanding banyak negara. Sementara penerimaan negara bukan pajak dan hibah jumlahnya relatif kecil.
Untuk membiayai program populis seperti makan siang gratis dan susu untuk pelajar, rumah sakit pratama, modernisasi alutsista, dan pembangunan lumbung pangan, diperlukan sistem perpajakan yang kuat.
Achmad menilai reformasi perpajakan tidak cukup hanya dengan menaikkan tarif. Prioritas harus mencakup digitalisasi, integrasi data, pembenahan pajak daerah, pengurangan insentif tidak tepat sasaran, serta penerapan pajak karbon dan pajak ekonomi digital.
Baca Juga: Jelang Nota Keuangan, Banggar DPR RI Sebut Postur RAPBN 2026 Sangat Menantang
“Edukasi juga penting, agar publik melihat pajak sebagai kontrak sosial: kewajiban yang dibalas dengan layanan berkualitas,” katanya.
Selain penerimaan, kualitas belanja juga menjadi penentu efektivitas APBN. Belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah harus diarahkan pada program prioritas. Efisiensi subsidi energi, pemangkasan program yang tidak relevan, serta pergeseran belanja ke investasi manusia dinilai krusial.
Belanja yang boros hanya akan memperbesar defisit tanpa manfaat signifikan.
Nilai Tukar dan Asumsi Makro
Pemerintah dan DPR RI menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%–6%, inflasi 1,5%–3,5%, suku bunga obligasi 6,6%–7,2%, dan nilai tukar rupiah Rp 16.500–Rp16.900 per dolar AS.
Harga minyak diasumsikan US$ 60–US$ 80 per barel, dengan target produksi 600.000 barel per hari, sementara produksi gas sekitar satu juta barel setara minyak per hari.
“Asumsi nilai tukar yang lemah mencerminkan penguatan dolar dan aliran modal global yang rentan,” kata Achmad.
Jika perang tarif memicu perlambatan ekonomi global, rupiah dapat tertekan lebih dalam. Bank Indonesia perlu menjaga stabilitas melalui intervensi pasar, operasi moneter, dan koordinasi kebijakan suku bunga.
Baca Juga: Jelang Nota Keuangan, Banggar DPR RI Sebut Postur RAPBN 2026 Sangat Menantang
Pemerintah juga harus meminimalkan ketergantungan pada utang valas jangka pendek, memperkuat cadangan devisa melalui ekspor bernilai tambah, dan mendorong repatriasi devisa.
Kesepakatan awal RAPBN 2026 antara pemerintah dan DPR RI berfokus pada kedaulatan pangan, energi, penguatan sektor pertahanan, dan peningkatan kualitas manusia.
Program makan siang gratis bagi pelajar, menurut Achmad, bukan sekadar bantuan sosial tetapi investasi jangka panjang pada gizi dan produktivitas generasi mendatang.
Program ini perlu didukung dengan perbaikan sanitasi, infrastruktur sekolah, dan pendidikan gizi. Pelibatan pemerintah daerah, petani, dan peternak lokal dinilai mampu menekan biaya serta meningkatkan kesejahteraan desa.
Di sektor pangan dan energi, investasi pada irigasi, pergudangan, bibit unggul, dan energi terbarukan harus dipercepat. Hilirisasi mineral, seperti nikel untuk baterai listrik, dapat memperkuat cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan impor.
Baca Juga: Prabowo Bakal Ungkap Kondisi Utang Pemerintah pada Nota Keuangan Agustus 2025
Modernisasi pertahanan dinilai perlu untuk menjaga kedaulatan maritim dan udara. Namun, belanja pertahanan harus direncanakan secara matang dengan transfer teknologi dan keterlibatan industri dalam negeri.
Reformasi perpajakan tetap menjadi agenda utama. Achmad menekankan perlunya peluncuran sistem pajak inti berbasis digital, penggunaan nomor induk kependudukan sebagai pengganti NPWP, dan peningkatan pertukaran data dengan perbankan dan platform digital.
“Pajak karbon dan cukai plastik menawarkan sumber penerimaan baru sekaligus mendorong ekonomi hijau,” tandasnya.
Ia juga menilai kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta sangat penting. Dana transfer ke daerah dan dana desa harus disinergikan dengan program nasional, misalnya memanfaatkan dapur umum desa untuk mendukung makan siang gratis.
Skema public-private partnership juga dinilai dapat menghemat anggaran sekaligus mendorong investasi infrastruktur.
Selanjutnya: Inilah Sejumlah Stimulus untuk Kelas Menengah RI: Ada Diskon PLN hingga Bebas PPN
Menarik Dibaca: Cara Menggunakan Close Friends Instagram, Bikin Story Hanya untuk Teman Terdekat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News