Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Pertanian selalu identik dengan pedesaan. Sedang petani identik dengan kemiskinan. Itu sebabnya, banyak orang yang enggan menjadi petani kemudian memilih meninggalkan desanya dan mengadu nasib di kota untuk mendapat kehidupan yang katanya lebih layak.
Dan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai, arus urbanisasi yang makin kencang dan tak terbendung sebagai salah satu masalah yang harus dituntaskan. Jumlah petani yang terus berkurang harus menjadi perhatian utama. Sebab, sejalan dengan luas lahan pertanian yang menyusut. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, maka suatu saat bisa mengancam stabilitas ketahanan pangan Indonesia.
Menurut Mindo Sianipar, Ketua PDIP Bidang Pertanian, Perikanan dan Kelautan, salah satu cara mendorong produksi pertanian kita adalah dengan mengembangkan desa sebagai pusat produksi pertanian yang menguntungkan. "Agar bisa meningkatkan kesejahteraan, desa harus bisa mengelola daerahnya sendiri," kata Anggota Komisi Pertanian (IV) DPR dari Fraksi PDIP ini.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bisa menjadi kendaraan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Sebab, dengan berlakunya beleid ini, sekitar 73.000 desa yang ada di seluruh penjuru Indonesia bakal memperoleh anggaran total sebesar 10% dari APBN 2014 atau sebesar Rp 48,7 triliun, yang berasal dari dana transfer ke daerah. Plus 10% dari APBD, setiap desa akan mendapat bantuan dana di atas Rp 1 miliar.
Dengan anggaran sebesar itu, bisa muncul pusat-pusat ekonomi baru berbasis desa yang ujungnya mendongkrak ekonomi nasional. Seluruh desa yang ada di negeri ini akan mengembangkan produk-produk unggulannya sehingga harga komoditas pangan bisa dikendalikan.
Kehadiran pusat ekonomi baru berbasis desa juga akan menghidupkan peran badan usaha milik desa, yang merupakan bagian dari badan usaha milik daerah (BUMD). Alhasil, angka urbanisasi dan pengangguran akan menurun.
Meski begitu, partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih ini beranggapan, pelaksanaan UU Desa saja tidak cukup. Industri pertanian juga harus dikembangkan lewat berbagai program bantuan untuk petani. Contohnya, memberikan kemudahan akses ke dunia perbankan. "Bisa saja negara membantu penjaminan pembiayaan ke bank," ujar Mindo. Dengan adanya bantuan ini, petani akan mendapatkan kepercayaan dari bank. Sehingga, mereka bisa mengembangkan pertaniannya. PDIP juga menekankan pentingnya perbaikan dan peningkatan infrastruktur dasar pedesaan, terutama irigrasi dan listrik.
Surya Chandra Suropati, politisi PDI-P, menambahkan, rantai distribusi komoditas pangan dari petani hingga ke konsumen juga harus diperbaiki. Akses transportasi yang buruk dari daerah penghasil pertanian ke berbagai kota tujuan membuat harga bahan pangan lokal terkadang lebih mahal dari produk impor. Ujung-ujungnya, hasil pertanian lokal kalah bersaing. Tentu saja, hal ini semakin membuat kondisi petani menjadi semakin terhimpit.
Sebab itu, PDI-P mengusulkan pembangunan sentra-sentra penjualan hasil pertanian yang baru. Sehingga, di setiap kota besar bisa saja memiliki lebih dari satu sentra sayur mayur atau palawija.
Sebenarnya, sejak tahun 2012 lalu, pemerintah telah meluncurkan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) sebagai bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Tapi sayangnya, program tersebut ternyata belum mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat dan pembangunan infrastruktur desa.
Karena itu, partai peserta Pemilihan Umum 2014 dengan nomor urut empat ini berjanji memperjuangkan kemajuan masyarakat pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan sebutan populer PDI-P sebagai partainya wong cilik. Semoga saja.
UU Desa menjadi dagangan PDIP Sejatinya, penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sangat berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di setiap desa. Namun, beleid ini sekarang cenderung dijadikan barang dagangan partai politik. Alhasil, kurang cukup kuat dijadikan sebagai modal perbaikan masyarakat pedesaan. Enny Sri Hartati, Direktur Indef, mengatakan, UU Desa hanya menjadi mekanisme bagi-bagi kue anggaran. Padahal, problem pertanian kita tidak sekadar masalah anggaran untuk desa. "Pertanian di desa lebih membutuhkan infrastruktur dan stabilitas harga," katanya. Stabilitas harga bahan pangan sangat tergantung kepada berbagai hal, bukan hanya anggaran semata. Misalnya, perlu perbaikan mekanisme impor pangan yang lebih transparan dan menguntungkan bagi petani. Bukan malah membebani karena menekan harga jual produk pertanian lokal. Saat ini, nilai tukar petani (NTP) atas produk pertanian masih rendah. Jika nilai tukar tersebut bisa diperbaiki dengan kebijakan impor dan anggaran subsidi yng proporsional, maka kesejahteran petani dan produktivitas pertanian bisa meningkat. Yang perlu juga mendapat perhatian adalah peningkatan kualitas produk pertanian, tidak cuma kuantitas. Kualitas produk pertanian tak hanya bisa mendorong harga jual yang akhirnya menambah penghasilan petani, tapi juga pendapatan negara. Salah satu caranya, pemerintah bisa menambah anggaran untuk penelitian di bidang pertanian. Universitas-universitas yang ada diberikan insentif untuk melakukan pengembangan di bidang teknologi pertanian. Dari sisi fiskal, sebetulnya bisa saja pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan pertanian yang berkualitas atau yang mampu menyerap tenaga kerja. "Ini soal political will dan kemampuan mengelola fiskal dari pemerintah," imbuh Enny. Burhanuddin Muhtdi, pengamat politik, bilang, UU Desa memang tampak seperti dagangan PDIP. Meski dari sisi manfaat belum teruji, sudah terlihat beleid ini menjadi salah satu alat kampanye partai tersebut. "Mengingat pedesaan menjadi basis massa PDIP," kata dia. |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News