Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Dahulu, sebelum manusia mengenal teknologi, cara manusia memenuhi kebutuhannya sendiri pangan hanya dengan berburu. Kini, seiring berkembangnya pengetahuan, manusia memperbaiki cara memenuhi kebutuhan pangan dengan bercocok tanam. Indonesia selama ratusan tahun, telah menjadi bangsa yang mengandalkan pertanian. Bahkan, ketika bangsa-bangsa lain sudah beralih menjadi negara industri maju. Namun, alih-alih menjadi bangsa agraris yang maju, Indonesia kini malah sangat tergantung dengan hasil pangan dari negeri tetangga alias impor.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memandang, permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah kurangnya inovasi di bidang pertanian. Menurut salah satu anggota fraksi PKS di komisi IV, Hermanto, inovasi menjadi penting ketika lahan pertanian terus menyempit. Di sisi lain jumlah penduduk terus bertambah juga harus dikendalikan.
Memang sangat ironinya. Dengan jumlah penduduk yang seperempat miliar, luas lahan pertanian Indonesia kalah dengan negeri tetangga. Sebut saja Thailand. Berdasarkan data Kamar Dagang Indonesia (Kadin), luas lahan pertanian di Indonesia di 2013 hanya 7,75 juta hektare dengan populasi 240 juta orang. Angka tersebut ini 1/4 dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta hektare dengan populasi 61 juta orang.
Tak dipungkiri lagi, jika akhirnya jumlah produksi pertanian dalam beberapaa tahun ini terus berkurang. Misalnya saja di tahun 2013, sebesar 70,87 juta ton atau turun sekitar 302.300 ton, dari tahun sebelumnya.
Begitu pun dengan produksi cabai, jagung, kedelai dan bawang merah terus mengalami penurunan. Kondisi ini ini menyebabkan Indonesia mengalami defisit persediaan pangan.
Akibatnya, mau tidak mau untuk menambal kekurangan pasokan kebutuhan pangan pemerintah memilih jalan mengimpor komoditas pangan dari luar negeri . "Ini sangat ironis, padahal Indonesia merupakan negara dengan jumlah petani yang cukup banyak," ujar Hermanto.
PKS pun beranggapan butuh langkah strategis untuk segera mengatasi persoalan ini. Partai berlambang bulan sabit itu menegaskan harus adanya alokasi anggaran yang cukup besar untuk segera memajukan sektor pertanian yang kian terpuruk.
PKS justru menaruh perhatian khusus pada pengembangan teknologi pangan. Ini sebagai langkah untuk menyiasati kian berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan secara masif belakangan ini.
Di samping itu, teknologi berguna menemukan varietas tanaman unggulan. Supaya produk pertanian lokal mampu bersaing dengan produk impor.
Adapun politisi PKS lainnya, Habib Nabiel Almusawa, berpendapat meski menggenjot produksi, kesejateraan petani harus ikut naik. Karena itu PKS berupaya agar petani punya modal cukup untuk menggarap lahan mereka sendiri .
Satu lagi, PKS menyoroti tata niaga impor pangan yang berjalan selama ini. Menurutnya ada yang salah di tata niaga impor sekarang.
Kasus impor beras impor asal Vietnam yang tengah mencuat menjadi contoh karut-marutnya tata niaga impor. Untuk itu, PKS berjanji fokus mengatasi masalah pertanian agar ketahanan pangan tercapai.
Program PKS tidak cukup atasi masalah Permasalahan pangan dan pertanian bukanlah hal yang sederhana. Memang pengembangan teknologi pangan sudah tidak bisa ditawar lagi. Tetapi itu saja belum cukup. Pengamat kebijakan publik Adrinof Chaniago menilai apa yang diusulkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memang cukup baik. Tapi tidak menjawab seluruh permasalahan. Salah satunya adalah mengenai fenomena alih fungsi lahan pertanian. Tingginya pertumbuhan alih fungsi lahan pertanian dinilai masih belum terekspos oleh partai politik (parpol) mana pun, termasuk PKS. Memang, tidak mudah bagi pemerintah dan parpol untuk merespon isu ini. Sebab, masalah ini erat kaitannya dengan masalah administrasi negara. Jika ingin mengoptimalkan lahan pertanian yang menciut, menurut Adrinof, jawabannya ada pada aturan tata ruang. PKS harus melengkapi konsep perbaikan kondisi pertanian dengan keinginan perbaikan tata ruang. "Jika tidak, maka sulit memodernisasi sektor pertnian," ujar Andrinof. Sementara itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai program yang diajukan PKS masih terdapat kelemahan. Tidak menjawab seluruh permasalahan di bidang pangan dan pertanian. Salah satunya adalah tidak mengoptimalkan peran pendidikan. Tanpa pendidikan sulit bagi untuk mengembangkan industri pertanian. Menurutnya, jika berkaca pada pertanian di negara maju, tidak bisa lepas dari peran universitas dan dunia pendidikan pada umumnya. Sedangkan di Indonesia tidak banyak universitas yang membuka jurusan pertanian. Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi bilang PKS seharusnya lebih faham masalah pertanian. Sebab, Menteri Pertanian saat ini, Suswono merupakan kader PKS. Seharusnya punya program jelas yang tidak sekadar lips service. "Tanggungjawabnya lebih besar," katanya. |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News