Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) diperkirakan melebar pada akhir tahun 2025, sedangkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) cenderung berbalik ke defisit setelah semester I 2025 tertekan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Parded memperkirakan CAD pada akhir 2025 akan melebar ke 0,81% dari produk domestik bruto (PDB) atau melebar dari tahun lalu sebesar 1,6% dari PDB.
Proyeksi tersebut sejalan dengan dana CAD pada kuartal III 2025 melebar ke sekitar minus 0,8% PDB, terutama karena pembayaran pendapatan primer yang musiman yakni dividen dan kupon, serta surplus barang yang menyempit.
“Dengan asumsi PDB nominal Indonesia sekitar US$ 1,44 triliun pada 2025, rentang itu ekuivalen kurang lebih US$ 7,2 miliar hingga US$ 18,7 miliar. Kami memproyeksikan transaksi berjalan 2025 pada kisaran minus 0,81% PDB,” tutur Josua kepada Kontan, Selasa (28/10/2025).
Baca Juga: Defisit Neraca Transaksi Berjalan Diramal Turun, NPI Masih Surplus Pada Akhir 2025
Sementara itu, Josua memperkirakan NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 5 miliar, dengan peluang penyempitan jika arus masuk portofolio membaik saat imbal hasil global turun dan ketidakpastian mereda.
NPI diproyeksikan defisit setelah tahun lalu mencatatkan surplus NPI pada akhir 2025 sebesar US$ 7,2 miliar.
Josua membeberkan, proyeksi NPI mencatatkan defisit di akhir tahun sejalan dengan gambaran perkembangan NPI terkini.
Hingga kuartal II 2025 NPI sudah mencatat defisit sekitar US$ 6,74 miliar, setelah defisit US$ 0,79 miliar di kuartal I 2025, sehingga kumulatif semester I mendekati defisit US$ 7,5 miliar.
“Artinya, untuk menutup tahun tanpa defisit, paruh kedua harus dibantu oleh arus modal portofolio yang lebih kuat dan defisit transaksi berjalan yang lebih kecil,” jelasnya.
Adapun penyebab utama defisit NPI tahun ini disebabkan beberapa faktor.
Pertama, neraca barang masih surplus, tetapi penyumbangnya bergeser dari komoditas ke manufaktur sehingga surplusnya tidak sebesar periode ledakan harga komoditas, sepanjang Januari–Juli 2025 surplus barang bahkan naik dibanding tahun lalu, namun tidak cukup menutup lonjakan pembayaran pendapatan primer pada kuartal II 2025.
Baca Juga: Ditopang Neraca Dagang, BI Prediksi Transaksi Berjalan Kuartal III 2025 Surplus
Kedua, neraca jasa tetap defisit, khususnya dari ongkos angkut karena sebagian besar ekspor-impor menggunakan jasa pelayaran asing dan dari perjalanan luar negeri.
Ketiga, neraca pendapatan primer membesar seiring siklus pembayaran dividen atau kupon pada kuartal II 2025 dan pemulihan laba korporasi, yang secara mekanisme memang menaikkan repatriasi hasil investasi ke investor non-residen.
Keempat, pada sisi finansial, ketidakpastian global dan dinamika perang dagang mendorong arus keluar portofolio pada periode tertentu, sementara realisasi investasi langsung asing melambat pada kuartal II 2025.
Dampak Pelebaran CAD dan Defisit NPI
Josua membeberkan, Di sisi transaksi berjalan, pelebaran defisit menyebabkan kebutuhan valuta asing bersih meningkat, di sisi finansial, NPI yang defisit menandakan pembiayaan eksternal belum cukup kuat untuk menutup celah tersebut.
“Kombinasi keduanya cenderung memberi tekanan pelemahan dan meningkatkan volatilitas rupiah, meski besaran akhirnya ditentukan oleh kecukupan pembiayaan, posisi cadangan devisa, serta intensitas intervensi BI melalui triple-intervention dan instrumen pro-pasar seperti SRBI,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pelemahan rupiah yang sempat dalam pada 2025 mengonfirmasi sensitivitas nilai tukar terhadap pelebaran defisit eksternal dan persepsi risiko; perbaikan arus masuk akan cepat meredakan tekanan ini.
Sementara itu, terkait dampaknya terhadap defisit anggaran, Josua menyebut dampak tidak langsung tidak akan langsung terasa, namun signifikan berpengaurh melalui tiga kanal
Baca Juga: Faktor Global dan Musiman Bikin Defisit Transaksi Berjalan Melebar Kuartal II 2025
Kanal tersebut diantaranya, pertama, jika rupiah melemah dan harga energi global naik, beban subsidi dan kompensasi energi meningkat, mendorong belanja dan defisit melebar.
Kedua, premi risiko yang lebih tinggi dapat mengangkat imbal hasil SBN, menambah beban bunga. Ketiga, bila pelebaran defisit eksternal berkaitan dengan pelemahan aktivitas, penerimaan perpajakan bisa tertahan.
Pemerintah sendiri pada 2025 memperkirakan defisit sekitar 2,78% dari PDB, dan pembaruan 2026 menunjukkan target defisit 2,68% PDB.
“Artinya ruang fiskal masih berada di bawah batas 3%, walau tekanan bisa bertambah bila kurs dan imbal hasil bergeser tidak menguntungkan,” terangnya.
Baca Juga: BI Prediksi Neraca Pembayaran 2025 Tetap Baik, Defisit Transaksi Berjalan Rendah
Di luar itu, Josua juga menilai, penggunaan kas pemerintah yang tersimpan pada saldo anggaran lebih untuk menopang program prioritas juga mengurangi bantalan likuiditas fiskal, sehingga transmisi guncangan eksternal ke APBN perlu dicermati.
Dengan perkembangan tersebut, Josua memperkirakan nilai tukar rupiah masih moderat kisaran Rp 15.300 hingga Rp 16.500 per dollar AS pada akhir 2025.
Selanjutnya: DPR Dukung Kebijakan Pemda Bisa Pinjam Uang ke Pusat, Namun Harus Transparan
Menarik Dibaca: 6 Cara Bisnis Parfum untuk Pemula biar Cepat Cuan, Catat ya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













