kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit APBN 2021 jadi 5,7% dari PDB, Indef: Postur belanja tak efektif


Jumat, 11 September 2020 / 17:37 WIB
Defisit APBN 2021 jadi 5,7% dari PDB, Indef: Postur belanja tak efektif


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sepakat postur defisit anggaran sementara tahun depan sebesar 5,7% terhadap produk domestik bruto (PDB). Ruang defisit dipergunakan oleh pemerintah, agar pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5% di tahun 2021.

Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, besaran defisit anggaran tahun depan perlu dikaji kembali oleh pemerintah. Sebab, beberapa pos belanja negara dinilai tidak efektif.

Pertama, anggaran pendidikan dipatok sebesar Rp 534,6 triliun, turun Rp 14,9 triliun atau lebih rendah 2,7% dari anggaran sebelumnya sejumlah Rp 549,5 triliun.

Baca Juga: Pemerintah revisi target pertumbuhan ekonomi tahun 2021

Kedua, cadangan belanja program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi Rp 372,3 triliun atau naik 4,4% dari pagu sebelumnya sebesar Rp 356,5 triliun yang ditetapkan dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 di pertengahan bulan lalu.

Tauhid menyayangkan, pemerintah malah memangkas anggaran pendidikan sementara anggaran program PEN yang pelaksaan programnya belum jelas malah ditambah. Tauhid juga menilai, seharusnya pemerintah dan parlemen berkaca dari tahun ini, bahwa penyerapan program PEN masih rendah.

Ketiga, dalam postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, subsidi energi menjadi Rp 110,5 triliun, naik Rp 2,4 triliun dari pagu sebelumnya senilai Rp 108,1 triliun.

“Subsidi harusnya dikurangi, subsidi LPG malah tambah banyak. Situasi begini harus penghematan, karena subsidi energi rawan tidak tepat sasaran seperti gas melon 3 Kg,” kata Tauhid kepada Kontan.co,id, Jumat (11/10).

Baca Juga: Tok! Anggaran program PEN tahun 2021 naik Rp 15,8 triliun

Kendati begitu, Tauhid memaklumi kebijakan pemerintah yang telah menggunakan fiskalnya untuk memperlebar defisit. Yang penting, belanja negara dipergunakan secara efektif. 

Tauhid bilang, defisit anggaran tahun depan berpotensi untuk melebar dari postur sementara APBN 2021. Sebab, situasi ekonomi tahun depan masih penuh ketidakpastian. Dus, penerimaan pajak tahun depan berpotensi lebih rendah dari postur baru pemerintah sebesar Rp1.229,6 triliun.  

Indef pun menghimbau, bahwa pelebaran defisit anggaran perlu diwanti-wanti. Karenanya memberikan beban yang cukup besar ke depan dalam hal pembayaran bunga dan pokok utang.

Makanya, Tauhid bilang pemerintah dan parlemen jangan terburu-buru mengeluarkan postur sementara RAPBN 2021. Menurutnya, baseline ekonomi sampai dengan Agustus lalu tidak cukup kuat dijadikan patokan untuk tahun depan. 

Kata Tauhid lebih baik, menunggu akhir tahun 2020. Hal ini mengingat mempunyai payung hukum Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang menjadi landasan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan Covid-19, serta merespons ancaman yang membahayakan. Sehingga, bisa kapan saja mengajukan perubahan APBN ke DPR RI.

Baca Juga: Sri Mulyani beberkan penerimaan pajak tahun ini bakal meleset dari target

“Karena ketika nanti di Desember 2020 di bawah asumsi pemerintah, otomatis basis proyeksi 2021 ikut turun. Kecuali ada recovery di kuartal IV-2020, tapi nampaknya kan situasi seperti ini agak sulit, sehingga sekalipun ada recovery kemungkinan di bawah prediksi pemerintah,” ujar dia.

Adapun proyeksi Indef, pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 3%, sebab tahun depan ekonomi sulit untuk langsung lompat ke 5%.”Pemerintah kan melihat pertumbuhan ekonomi tahun depan kurvanya v, langsung kembali ke titik semula saya kira itu tidak tepat. Situasi ini menurut saya jarang terjadi, krisis tahun 1997-1998 saja itu butuh waktu dua tahun,” ujar Tauhid.

Selanjutnya: Sri Mulyani sebut kebutuhan pembiayaan utang naik 34,9% dalam postur APBN 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×