kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.937.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.444   90,00   0,55%
  • IDX 6.969   -139,15   -1,96%
  • KOMPAS100 1.011   -24,78   -2,39%
  • LQ45 775   -17,94   -2,26%
  • ISSI 227   -4,16   -1,80%
  • IDX30 402   -10,37   -2,52%
  • IDXHIDIV20 472   -11,39   -2,36%
  • IDX80 114   -2,57   -2,21%
  • IDXV30 116   -2,17   -1,83%
  • IDXQ30 130   -2,94   -2,22%

Penurunan Daya Saing Indonesia Bisa Ganggu Arus Investasi


Kamis, 19 Juni 2025 / 17:11 WIB
Penurunan Daya Saing Indonesia Bisa Ganggu Arus Investasi
ILUSTRASI. Penurunan peringkat daya saing investasi Indonesia dalam World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang dirilis IMD World Competitiveness Center (WCC), menjadi sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Para ekonom menilai, penurunan peringkat daya saing investasi Indonesia dalam World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang dirilis IMD World Competitiveness Center (WCC), menjadi sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan. 

Berdasarkan laporan World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 yang dirilis 18 Juni 2025, posisi Indonesia merosot 13 peringkat ke posisi 40 dari 69 negara. Pada WRC 2024, Indonesia masih naik 7 peringkat ke posisi 27.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David E. Sumual menilai, jika tren ini terus berlanjut, potensi investasi ke Indonesia bisa terganggu.

“Kalau peringkat terus turun, tentu akan mempengaruhi persepsi investor dan investasi kedepannya. Pemerintah perlu segera memberikan kemudahan dalam perizinan, memangkas birokrasi, meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, serta memperkuat infrastruktur,” ujar David kepada Kontan, Rabu (18/6).

David menekankan, perbaikan fundamental seperti penyederhanaan regulasi dan penguatan kualitas SDM harus menjadi prioritas agar daya saing Indonesia tidak semakin tergerus.

Baca Juga: Rangking Daya Saing Indonesia versi IMD WCR Merosot 13 Peringkat, Apa Biang Keroknya?

Hal senada disampaikan Pengamat Pasar Modal dan Keuangan yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, Budi Frensidy. Ia menilai, Indonesia harus lebih serius dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. 

Budi menyoroti pentingnya mengurangi birokrasi yang berbelit, memberantas premanisme dan korupsi, mempermudah perizinan investasi, hingga menegakkan sistem meritokrasi.

"Ciptakan iklim investasi yang kondusif dengan mengurangi birokrasi, pemberatasan preman & korupsi, permudah perizinan penanaman modal, menurunkan ICOR (Incremental Capital Output Ratio (ICOR)," kata Budi Kepada Kontan, Rabu (19/6).

Menurutnya, belanja pemerintah melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) juga harus dioptimalkan untuk mendorong permintaan domestik dan memperkuat kelas menengah sebagai penopang ekonomi nasional.

"Perkuat demand untuk barang dan jasa domestik dengan dana APBN dan APBD sebagai penggeraknya, perkuat kelas menengah," kata Budi.

Sementara itu Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan, penurunan peringkat daya saing Indonesia perlu disikapi dengan bijak. 

Menurutnya, posisi Indonesia saat ini, meski turun signifikan ke peringkat 40 dari 69 negara, masih lebih baik dibandingkan beberapa negara besar lain seperti India, Italia, Filipina, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki.

Ia menilai, peringkat ini sangat dinamis. Pada 2022, Indonesia berada di peringkat 44, naik ke 34 pada 2023, bahkan sempat menembus posisi 27 di 2024. Namun, Indonesia masih harus mewaspadai ketatnya persaingan di kawasan, terutama dengan negara-negara seperti Malaysia, China, dan Singapura yang saat ini lebih unggul dalam hal daya saing.

Menurutnya, faktor utama yang mempengaruhi penurunan peringkat Indonesia adalah belum optimalnya integrasi kebijakan dari hulu ke hilir, rendahnya produktivitas angkatan kerja, serta masih adanya tantangan dalam memenuhi standar global seperti ESG dan tata kelola produksi yang menjadi syarat utama di negara-negara tujuan ekspor.

"Secara struktural, daya saing Indonesia masing sangat baik, misalnya dengan FDI in-flows (arus investasi asing langsung) yang masih cukup tinggi di antara sesama negara ASEAN. Namun kita perlu mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi persaingan menarik dana investasi yang tinggi di kawasan, khususnya investasi perusahaan yang keluar dari China," ungkap Banjaran kepada Kontan.

Baca Juga: Kadin Indonesia Perkuat Layanan Bisnis Regional,Tingkatkan Daya Saing Indonesia Timur

Banjaran menekankan pentingnya memperbaiki kualitas institusi dan regulasi yang konsisten dan memberi kepastian hukum. Mengingat investor global sangat memperhatikan konsistensi dan kepastian hukum.

"Pemerintah perlu memperkuat tata kelola kelembagaan, mempercepat reformasi birokrasi, dan menyederhanakan perizinan usaha agar lebih transparan dan efisien," ungkap Banjaran.

Selain itu, peningkatan kualitas SDM angkatan kerja menjadi kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan pengangguran dan ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri. Diperlukan upaya terus menerus dari semua stakeholders (lembaga pendidikan, pemberi kerja, pemerintah) untuk meningkatkan kualitas SDM nasional. 

Stabilitas makroekonomi dan fiskal juga harus tetap dijaga agar Indonesia tetap dipandang sebagai negara yang aman dan stabil bagi investor global. Menurut Banjaran, potensi pelebaran defisit anggaran perlu dijaga dibawa ambang batas yang diatur undang-undang.

Banjaran mengingatkan, penurunan daya saing ini berpotensi menimbulkan persepsi negatif di kalangan investor internasional. Apalagi negara-negara seperti Malaysia dan Vietnam semakin agresif dalam menawarkan kemudahan investasi dan menonjolkan iklim usaha yang lebih bersahabat.

Namun, ia memandang situasi ini juga bisa menjadi peluang perbaikan yang harus dijawab dengan langkah nyata. 

"Penurunan ini harus menjadi wake-up call bagi semua pihak, yang harus ditanggapi dengan bijak, strategis dan menyeluruh,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bekerjasama untuk memperbaiki fondasi ekonomi nasional agar lebih produktif kompetitif di tengah dinamika geopolitik yang semakin tidak menentu.

Dengan langkah ini persepsi negatif yang mungkin timbul dari WCR 2025 IMD ini bisa dikaunter dengan kebijakan riil di lapangan.

Selanjutnya: IASC Catat Kerugian Korban Penipuan Keuangan Capai Rp 2,6 Triliun hingga Mei 2025

Menarik Dibaca: 3 Cara Mengatasi Blush On yang Terlalu Menor ala MUA Profesional, Wajib Coba

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×